Pelemahan rupiah dalam dua hari terakhir ini menurutnya sudah tidak lagi mencerminkan fundamentalnya. Ria Martati.
Jakarta– Kendati kondisi stabilitas sistem keuangan dan makro ekonomi masih dinilai terkendali. Namun, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) mewaspadai pelemahan nilai tukar rupiah yang dianggap tak lagi mencerminkan fundamentalnya. Untuk mencegah pelemahan rupiah karena alasan yang fundamental dan menjaga stabilitas sistem keuangan, FKSSK memperkuat sinergi kebijakan. Kebijakan tersebut dalam jangka pendek difokuskan pada dua isu utama.
“Pertama kebijakan untuk meningkatkan investasi baik dari sisi Pemerintah maupun swasta, kedua kebijakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dalam rangka menjaga konsumsi domestik,” ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam Konferensi Pers di Jakarta, 13 Agustus 2015.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W Martowardojo mengatakan pelemahan Rupiah telah mencapai 2,47% secara kuartal ke kuartal.
“Dalam beberapa hari terkahir depresiasi meningkat tajam terutama karena devaluasi yuan, di tengah rencana kenaikan suku bunga AS,” tandasnya.
Pelemahan rupiah dalam dua hari terakhir ini menurutnya sudah tidak lagi mencerminkan fundamentalnya. Penyebabnya adalah kebijakan Pemerintah Tiongkok yang melakukan devaluasi 1,9% terhadap Dollar AS pada 11 Agustus 2015, diikuti devaluasi 1,6% pada 12 Agustus.
Sehingga secara year to date, Rupiah melemah 10,16% lebih tinggi dibanding Thailand Baht yang 6,6% secara ytd dan Yen Jepang 3,96% ytd.
“Meskipun demikian masih lebih baik dari Malaysia 13,16%, Brazil 29,4%, dan Australia 10,6%. BI akan terus menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan, BI akan telah dan terus melakukan bauran kebijakan, dan bauran kebijakan juga kita koordinasikan dengan instansi terkait,” tambahnya