Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan total aset Bank Perekonomian Rakyat (BPR) hingga Maret 2025 mencapai Rp203,68 triliun. Angka ini meningkat sekitar 5 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar Rp193,99 triliun.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, total aset BPR menunjukkan tren kenaikan dari tahun ke tahun.
Pada 2020, aset BPR tercatat sebesar Rp155,07 triliun, kemudian naik menjadi Rp168,44 triliun pada 2021, Rp182,30 triliun pada 2022, Rp194,98 triliun pada 2023, dan Rp204,63 triliun pada 2024.
Jumlah BPR Menyusut, Imbas Konsolidasi Industri
Peningkatan aset tersebut berbanding terbalik dengan jumlah BPR yang terus menyusut. Per Maret 2025, tercatat hanya ada 1.345 BPR, menurun sebanyak 161 bank dibandingkan akhir 2020 yang masih berjumlah 1.506 bank.
Namun, penyusutan jumlah BPR tersebut dinilai bukan hal negatif, melainkan berdampak positif terhadap kinerja industri.
Sejak 2019, OJK memang mendorong BPR untuk melakukan penggabungan guna memenuhi modal inti minimum sesuai dengan POJK Nomor 21 Tahun 2019 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan BPR/BPRS sebagai upaya untuk memperkuat industri.
Baca juga: Bos LPS Ungkap Ada Dua BPR Bermasalah yang Masih Bisa Diselamatkan
Sebelumnya, sejak 2015, OJK telah meminta BPR untuk memenuhi modal inti minimum (MIM) sebesar Rp6 miliar dalam POJK Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan MIM BPR. Sehingga, apabila belum memenuhi kewajiban MIM, maka BPR wajib melakukan penggabungan atau merger.
OJK Dorong Konsolidasi Demi Memperkuat Industri BPR
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyatakan, penurunan jumlah BPR terjadi dalam rangka pemenuhan MIM dan konsolidasi kepemilikan bank di bawah satu entitas atau single presence policy (SPP).
Baca juga: Rasio Simpanan RI Masih Tertinggal, LPS Andalkan Peran BPR
Dian menegaskan, OJK akan terus mendorong upaya konsolidasi demi memperkuat industri BPR, meski jumlah bank menyusut.
“Ternyata pengurangan jumlah itu dalam waktu bersamaan kita menyaksikan peningkatan aset, peningkatan share-nya BPR,” kata Dian di Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025.
“Artinya bahwa memang walaupun BPR kecil, dengan peningkatan kapasitasnya, katakanlah minimum dari modal Rp3 miliar menjadi Rp6 miliar saja, dan kemudian dilakukan merger dan lain sebagainya, itu sudah sangat membantu ekonomi dari BPR,” sambungnya.
Jumlah BPR Bisa Turun hingga 1.000
Dian menyebut, saat ini aksi konsolidasi di sektor BPR terus berlangsung dan memungkinkan penurunan jumlah BPR hingga mencapai target 1.000 bank.
“Pada awal-awal saya kan targetnya menjadi 1.000 (BPR) tapi ternyata tanpa saya harus memaksa segala macam pun kayaknya jumlah itu akan tercapai,” tegasnya.
Baca juga: Berani Berubah, Kunci Sukses BPR Triastra Sejahtera
Lebih lanjut, Dian menambahkan bahwa dengan MIM Rp6 miliar, BPR memiliki potensi untuk menjalankan layanan perbankan secara lebih luas, layaknya bank umum.
“Walaupun modalnya cuma 6 miliar misalnya, dia bisa melakukan apa saja. Bisa listed, bisa payment system, bisa transaksi devisa,” ungkapnya.
“Kan ini kalau tidak dibenahi, tidak diperkuat dari semua aspeknya, risk management-nya, kemudian masalah governance dan lain sebagainya, itu malah repot gitu. Malah jangan-jangan yang cita-citanya BPR itu bisa ke pasar modal, kalau tidak diberesin, tidak akan banyak BPR yang akan bisa listed,” imbuhnya. (*)
Editor: Yulian Saputra