Menelisik Peluang Bertahannya Penguatan Rupiah

Menelisik Peluang Bertahannya Penguatan Rupiah

Kemarin Rupiah menguat cukup signifikan. BI melihat ada 3 faktor yang menjadi  penyebabnya. Apa saja?Ria Martati.

Jakarta- Penguatan nilai tukar Rupiah yang terjadi pada Selasa 6 Oktober diklaim menjadi penguatan tertinggi dalam sehari sejak 2009. Selama kurang lebih seminggu terakhir, mata uang Garuda pernah mencapai titik tertingginya hingga di kisaran Rp14.700-an. Semantara Selasa 6 Oktober kemarin, nilai tukar Rupiah ditutup pada level Rp14.245 per USD, menguat sekitar Rp500 dalam seminggu.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Doddy Zulverdi menuturkan, penyebabnya adalah kombinasi tiga faktor. Pertama, adalah Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II Pemerintah yang dikeluarkan 29 September lalu, paket yang dikeluarkan antara lain soal pemangkasan perizinan, dan penurunan pajak bunga deposito Devisa Hasil Ekspor.

Faktor kedua adalah Paket Kebijakan Lanjutan BI yang berfokus pada tiga pilar, dan bobot paling besar adalah melancarkan pasokan valas dan menekan permintaan Dollar. Terkait dua kebijakan ini, Doddy menyebut membutuhkan waktu untuk dipahami oleh investor. Kendati demikian, respon positif tersebut menunjukkan, kebijakan itu telah dapat dipahami oleh pasar dan menyebabkan peningkatan kepercayaan investor.

Faktor ketiga adalah kondisi global yang kondusif. Hal itu tercermin dari data ekonomi Amerika Serikat yang tidak sesuai ekspektasi sebelumnya, sementara Pemerintah China bersama Bank Sentral China mengambil kebijakan untuk mendorong petumbuhan ekonomi China.

Seperti diketahui, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan penambahan tenaga kerja pada September 2015 sebanyak 142.000. Sementara para ekonom memperkirakan ada sekitar 202.000 penambahan tenaga kerja. Pada  Agustus angkanya direvisi turun, dari 173.000 menjadi 136.000, dan pada Juli direvisi menjadi 223.000 dari sebelumnya 245.000. Artinya, tingkat pengangguran tetap sebesar 5,1%, menyusul banyaknya warga yang keluar dari angkatan kerja.

Persentase warga AS dalam angkatan kerja menurun menjadi 62,4%, level terendah sejak Oktober 1977. “Jadi kombinasi tiga faktor itu, tadi menjadi kontribusi langkah pemerintah,yakni, langkah BI yang mendorong supply valas, dan kondisi global. Faktor tersebut yang  menyebabkan penguatan.

Doddy melanjutkan, hari ini puncaknya yang terbesar, sebab, dalam sehari (Ruoiah) menguat Rp245. ” Jadi memang faktor-faktor itu satu paket yang menyebabkan nilai tukar kita khususnya hari ini menguat,” kata Doddy di Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015 malam.

Doddy juga meyakini, faktor domestik menjadi salah satu penyebab penguatan pasalnya. Jika biasanya fluktuasi Rupiah seiring dengan fluktuasi mata uang regional, hari ini berbeda. Mata uang Garuda menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi di kawasan. Rupiah menguat 1,7%, Korean Won hanya menguat 0,5%, dan Peso Filipina menguat 0,01%, Sementara mata uang negara di kawasan lain tetap terdepresiasi.

“Jadi bukan karena dominasi faktor regional, ini yang membuat saya yakin faktor domestik yang spesifik membuat penguatan Taiwan Dolar, Thai Baht, Indian Rupee, Malaysia Ringgit semua masih depresiasi yang menguaat hanya Indonesia, Korea Selatan dan Filipina, Jadi kalau ditanya tiga faktor tadi, kebijakan Pemerintah mulai dipahami, didukung kebijakan BI yang memberi arah supply forward meningkat, dan  faktor global,” tambahnya.

Kendati demikian ia sulit menjawab pertanyaan apakah penguatan ini akan berumur panjang. Pasalnya risiko ekspektasi kenaikan suku bunga Amerika serta kebijakan ekonomi Tiongkok masih menjadi tantangan yang perlu dihadapi. Namun jika dilihat dari faktor domestik menurutnya akan mendukung sentimen penguatan Rupiah berumur panjang.

“Memang faktor risiko terhadap persepsi negatif investor asing masih ada, jadi penguatan ini masih ada risiko ke depa. Tapi sepanjang kita bisa dengan rangkaian kebijakan Pemerintah dan BI dan ekonomi domestik yang secara perlahan membaik, mungkinn perkiraan kami bisa memitigasi risiko dari global khususnya langkah kebijakan bank sentral Amerika,” tandasnya.

Sementara itu,  ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra menilai kebijakan lanjutan BI memang membantu menstabilkan nilai tukar. Aldian menilai, kebijakan itu akan membantu menstabilkan nilai tukar. “Likuiditas rupiah yang sedang ketat dan ditambah dengan supply swap yang terbatas dari bank sentral meningkatkan beban pendanaan rupiah, dan menaikkan beban untuk memiliki mata uang dolar AS,” kata dia dalam keterangan tertulisnya Selasa 6 Oktober 2015

Kondisi itu tercermin dari kenaikan pada suku bunga antar bank Jakarta (JIBOR) harian untuk rupiah dan valas yang mencerminkan swap poin 1 bulan menjadi 8% dan 16,3% yang merupakan posisi paling tinggi pekan lalu.

“Kami menilai likuiditas rupiah yang ketat itu merupakan usaha untuk menyediakan sedikit waktu ketika BI mencoba untuk mengurangi depresiasi nilai tukar,” tambahnya. Karena itu, kebijakan itu juga akan menghadapi beberapa konsekuensi yang tidak diprediksi sebelumnya.

Kondisi ini selanjutnya memang tidak berdampak pada perbankan. Namun BI menyebut kondisi likuiditas rupiah (LDR) industri perbankan melunak menjadi 88,5% pada Juli 15. Dampak besar, tambah Aldian kemungkinan akan lebih terasa pada pasar obligasi.

“Dengan ekspektasi melemahnya nilai tukar, kenaikan beban rupiah financing dapat menahan aliran dana masuk ke obligasi pemerintah,” tutup Aldian.

Related Posts

News Update

Top News