Oleh: Eko B Supriyanto
Jakarta – Bank-bank milik Negara sudah mulai melakukan konsolidasi bisnis lewat penyatuan anjungan tunai mandiri ( ATM). Buah konsolidasi tersebut, bisa menurunkan tarif transaksi ATM Merah Putih Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Himbara menentukan sejumlah tarif di mesin ATM Merah Putih di antaranya bebas biaya untuk tarik tunai. Sebaliknya, biaya Rp 4.000 untuk transfer antarbank BUMN, serta tarif variatif untuk online payment seperti pembelian pulsa, bayar listrik, air, pendidikan, multimedia ataupun jasa lainnya.
Apa implikasinya kebijakan tarif murah ATM BUMN ini terhadap persaingan usaha? Apakah penggratisan biaya tarik tunai lebih didorong oleh predatory pricing pemain baru? Pertanyaan ini muncul, karena sebelumnya bank-bank besar Himbara mengusulkan kenaikan dari Rp5.000 menjadiRp7.500. Lha, kok sekarang gratis?
Pengenaan tarif murah ini, bisa jadi karena penggabungan pemrosesan jaringan ATM bank-bank Himbara ke dalam LINK adalah transaksi dalam jaringan tersebut dianggap transaksi On-Us. Transaksi On-us bagi nasabah saat ini adalah tidak dipungut biaya. Dari sisi nasabah, hal ini sangat menguntungkan, tapi bagi stakeholder lain tidak demikian.
Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu mendapat catatan khusus. Pertama, mengapa transaksi tarik tunai digratiskan Himbara, sedangkan transaksi fund transfer dibebani Rp 4.000? Pricing ini tidak mendukung Kebijakan Non Tunai BI. Biaya tarik tunai yang gratis berpotensi memotivasi nasabah untuk tarik tunai dan membayar tunai, tidak melalui transfer dana. Seharusnya kebijakan pricing interkoneksi ATM bank-bank BUMN juga sejalan dengan kebijakan BI yang sudah lama ingin menciptakan masyarakat dengan budaya transaksi non tunai (less cash society).
Kedua, transfer dana tetap dibebani biaya karena kemungkinan volume transaksi transfer dana lebih besar dan tetap menunjukkan pertumbuhan. Ketiga, adanya inconsistency pricing menunjukkan bahwa bank Himbara kemungkinan menghadapi dilema bisnis model.
Bisa jadi jika transaksi meningkat (terutama fund transfer), bank akan terbebani biaya operasional dan kehilangan potensi profit. Kesimpulan sementara penggratisan biaya tarik tunai lebih didorong oleh predatory pricing sebagai pemain baru.
Keempat, karena stakeholders penyedia dan pemakai jaringan ATM tersebut bukan hanya para nasabah, tetapi juga termasuk perbankan dan switching — yang tentunya akan terdampak ( dirugikan ) dengan penyeragaman tarif tersebut. Hal-hal yang bisa merugikan para stakeholders adalah apabila penyatuan kesepakatan tarif ini dianggap melanggar ketentuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ? Kiranya perlu dikaji lebih mendalam. Apakah ini masuk kartel atau persaingan tidak sehat?
Keenam, kemungkinan menurunnya service level, akibat pricing yang rendah dan tidak bertumbuhnya jumlah ATM bank-bank BUMN, karena dengan tarif Rp 0,- mengurangi peluang bank untuk memetik fee based income. Sebab, atas investasi saluran distribusi seperti ATM yang tentu menimbulkan biaya operasional yang cukup besar, seharusnya bank-bank juga bisa mendapatkan revenue dari jasa-jasa transaksi keuangan yang dilakukan di ATM.
Di sisi lain, kebijakan ini juga akan berdampak langsung ke industri pembayaran, baik bank-bank swasta maupun operator switching yang selama ini telah membangun infrastruktur dan solusi-solusi transaksi elektronik. Selain memukul prinsipal yang selama ini sudah berperan memajukan industri pembayaran nasional, bank-bank pun tidak lagi berminat memperluas jaringan ATM sebagai electronic delivery channel yang masih paling diminati maypritas nasabah bank. Dan jika pertumbuhan ATM menjadi lambat sementara jumlah nasabah terus tumbuh maka service level dalam pelayanan ATM bisa menurun.
Menurut catatan Himbara, bank-bank BUMN menargetkan akan menggabungkan 30.000 mesin ATM hingga akhir tahun 2017. Saat ini, sekitar 10.000 ATM telah tergabung. Artinya, bank-bank BUMN akan menambah penggabungan 20.000 mesin ATM lagi.
Kesimpulannya, satu sisi masyarakat diuntungkan dengan tarik tunai yang gratis, namun strategi ini bisa mengacaukan keinginan BI untuk mendorong masyarakat dalam less cash society yang sudah dikumandangkan BI satu dekade silam.
Perlu kajian, apakah strategi ini hanya pintu masuk agar pemain baru bisa merebut pasar dengan mudah? Hal yang penting jangan sampai tarif murah transaksi melalui ATM oleh Himbara ini akan mematikan pemain lain di industri pembayaran akibat ketentuan harga yang bisa dituduh menciptakan persaingan yang tidak sehat.(*)