Poin Penting
- OJK dorong diferensiasi perbankan syariah melalui roadmap 2023–2027 dengan penguatan karakteristik syariah dan pengembangan produk inovatif
- Pasar modal syariah terkendala rendahnya literasi dan inklusi, masing-masing baru 4,5 persen dan 0,2 persen
- Industri PPDP dan PVML syariah masih lemah akibat literasi akad rendah, variasi produk minim, hingga SDM kurang kompeten.
Jakarta – Industri keuangan syariah masih dihadapkan sejumlah tantangan yang harus segera diselesaikan. Salah satunya, diferensiasi model bisnis produk perbankan syariah yang belum kompetitif.
“Pandangan masyarakat yang masih menganggap produk perbankan syariah belum memiliki difrensiasi model bisnis dengan bank umum,” ujar Mirza Adityaswara, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK dalam acara Ijtima’ Sanawi XXI 2025, Jakarta, Jumat, 26 September 2025.
Atas kondisi tersebut, kata Mirza, OJK pun menyusun roadmap pengembangan dan penguatan perbankan syariah periode 2023-2027 sebagai bentuk komitmen dalam pengembangan perbankan syariah.
Salah satunya, dengan penguatan karakteristik syariah sebagai bentuk diferensiasi model bisnis perbankan syariah dalam rangka penguatan karakteristik perbankan syariah.
“Dalam rangka penguatan karakteristik perbankan syariah tersebut, OJK telah menyusun beberapa pedoman produk serta mengembangkan produk-produk yang memiliki karakteristik syariah seperti produk cash for coupling deposit yang menghubungkan sisi komersial dan sosial perbankan syariah.
Selain itu, lanjut Mirza, OJK juga sedang mengembangkan produk investasi di perbankan syariah sebagai salah satu instrumen alternatif bagi para investor.
Baca juga : BPKH Perluas Kolaborasi Dorong Industri Keuangan Syariah di Indonesia
“Semoga dengan adanya produk-produk baru yang inovatif ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan bangsa pasar masyarakat syariah,” ujarnya.
Lanjutnya, tantangan yang dihadapi pasar modal syariah adalah aspek literasi dan inklusi. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, literasi pasar modal syariah baru sebesar 4,5 persen, sedangkan inklusi pasar modal syariah baru 0,2 persen.
Untuk mendorong literasi dan inklusi pasar modal syariah, OJK secara rutin mengadakan kolaborasi dalam pelaksanaan sosialisasi, serta training for trainers di bidang pasar modal syariah, terutama dalam rangka mendorong pendalaman pasar modal syariah.
“OJK saat ini sedang memperluas insentif dalam penerbitan instrumen yang berlandasan keberlanjutan,” bebernya.
Baca juga : Ma’ruf Amin: Pemerintah Lamban Eksekusi Program Pendorong Industri Keuangan Syariah
Sementara itu, tantangan yang dihadapi industri Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) syariah, yakni masih rendahnya literasi pemahaman akad, mekanisme tabaru sehingga membuat membuat masyarakat enggan berpartisipasi.
Selain itu, variasi produk PPDP syariah masih minim dan kurang kompetitif dibandingkan konvensional.
Dari sisi industri Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Syariah tantangan yang dihadapi adalah aspek sumber daya manusia, produk, dan pendanaan.
Mirza menyebut, kesenjangan kompetensi sumber daya manusia baik dari segi kualitas maupun distribusi berdampak terhadap operasional industri PVML Syariah.
Adapun, produk syariah yang ditawarkan juga sebagian besar masih meniru model konvensional, sehingga kurang kompetitif dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
Di sisi lain, keterbatasan sumber pendanaan murah membuat biaya modal atau cost of fund relatif lebih tinggi sehingga menghambat pertumbuhan daya saing dan pemanfaatan potensi besar industri PVML syariah.
“Dengan demikian, industri PVML Syariah ke depannya perlu mengusung strategi pendekatan intensifikasi dan ekstensifikasi, yaitu memperluas jangkauan layanan wilayah atau segmen baru yang diharapkan memperluas akses masyarakat, memperkuat inklusi keuangan, serta membuka peluang diversifikasi pendanaan,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama









