Jakarta — Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti), lembaga think tank independen yang diprakarsai beberapa cendekiawan Indonesia, resmi diluncurkan pada Senin (30/6).
Sejumlah pemikir bangsa yang turut memprakarsai lahirnya Prasasti, antara lain Burhanuddin Abdullah, Hashim Djojohadikusumo, Jimly Asshiddiqie, Gandi Sulistiyanto, Ilya Avianti, Piter Abdullah, dan sejumlah nama besar lain di jajaran Board of Trustees serta Board of Experts Prasasti.
Lembaga think tank ini hadir untuk menjadi jembatan antara industri, pemerintah, serta masyarakat sipil, termasuk petani dan nelayan melalui berbagai data dan usulannya.
“Indonesia membutuhkan lebih banyak mitra dialog strategis yang dapat memberikan masukan dalam merumuskan kebijakan yang implementatif dan berdampak nyata bagi masa depan,” ujar anggota Board of Advisors Prasasti, Burhanuddin Abdullah saat konferensi pers peresmian Prasasti di Jakarta, Senin, 30 Juni 2025.
Baca juga: ISEI Luncurkan Lead Indicator, Panduan Strategis Dorong Ekonomi Nasional
Burhanuddin menjelaskan, Indonesia hanya memiliki sekitar 37 lembaga think tank. Sangat jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat (lebih dari 2.000), India (sekitar 600), Cina (sekitar 1.400), bahkan Vietnam (sekitar 180). Padahal, think tank punya peranan penting dalam menjembatani kebijakan publik.
Ia menjelaskan nama Prasasti dipilih karena pihaknya percaya bahwa kebijakan publik, seperti halnya prasasti dalam sejarah, adalah penanda zaman — mencerminkan nilai, keputusan, dan arah yang akan membentuk masa depan.
“Melalui kajian yang terdokumentasi dan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti, kami berharap Prasasti dapat menjadi bagian dari jejak intelektual yang ikut membimbing arah kebijakan strategis Indonesia yang kuat dan bermanfaat bagi generasi mendatang,” jelas Burhanuddin yang juga pernah menjabat sebagai Gubernur untuk International Monetary Fund (IMF) di Washington D.C mewakili Indonesia.
Peluncuran think tank dibuka dengan keynote speech yang disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo, anggota Board of Advisors Prasasti. Hashim menyoroti berbagai potensi Indonesia yang belum dimanfaatkan secara optimal, dan posisi Nusantara sebagai jalur utama perdagangan dunia.
Baginya, Indonesia yang diberkahi sumber daya melimpah—baik itu mineral, kekayaan laut, kualitas manusia, maupun letak geografis yang strategis, tidaklah cukup untuk memajukan bangsa.
“Kita membutuhkan visi jangka panjang, kebijakan yang berpijak pada realitas, serta semangat kolaboratif untuk benar-benar mengoptimalkan potensi tersebut. Kehadiran Prasasti diharapkan dapat memberikan rekomendasi strategis dan independen berbasis data untuk kebijakan publik yang tepat sasaran,” kata Hashim.
Di kesempatan yang sama, Executive Director Prasasti, Nila Marita Indreswari menyampaikan bahwa lembaga ini tidak hanya dirancang untuk melakukan riset, tetapi juga berperan aktif dalam membangun ruang dialog kebijakan lintas sektor.
“Kolaborasi antar sektor penting untuk membangun pemahaman bersama terhadap berbagai tantangan dan peluang yang kita hadapi. Dari sana, kita bisa menyusun rekomendasi yang lebih tajam, relevan, dan berpeluang diimplementasikan secara efektif,” tuturnya.
Baca juga: WTO Puji Reformasi Ekonomi Indonesia
Peluncuran Prasasti juga mendapat dukungan dari para mitra strategis lintas sektor seperti Djarum Foundation serta PT Astra International Tbk sebagai Keystone Partner; Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Panbil Group, PT TBS Energi Utama Tbk, dan PT Triputra Agro Persada Tbk sebagai Lead Partner.
Acara juga didukung Sinarmas Group dan NEM sebagai Supporting Partner, serta PT Alamtri Resources Indonesia Tbk sebagai Participating Partner. Dukungan dari para mitra strategis ini mempertegas semangat kolaboratif untuk memperkuat ekosistem kebijakan nasional. (*) Steven Widjaja










