Jakarta – Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Ryan Kiryanto menyebut bahwa keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), Rabu, 21 Mei 2025, yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen merupakan langkah taktis dan terukur.
Menurut Ryan, pertimbangan menurunkan suku bunga konsisten dengan perkiraan atau ekspektasi inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam rentang sasaran yang 2,5±1 persen.
Kemudian, lanjut Ryan, keputusan BI tersebut dinilainya sebagai upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan faktor fundamentalnya sekaligus sebagai langkah proaktif mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang masih membayangi.
Baca juga: Breaking News! BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,50 Persen di Mei 2025
“Tekanan ekskternal itu, terutama dampak kenaikan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump,” jelas Ryan dalam siaran pers yang diterima Infobanknews, 21 Mei 2025.
Lebih jauh dia menjelaskan, langkah moneter BI ini dinilai tepat waktu dan sasaran, karena diperkuat juga dengan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendukung aktivitas sektor riil.
“Harapannya pelaku usaha sebagai demand side tergerak untuk mengajukan fasilitas kredit di tengah kebijakan moneter longgar lantaran bank-bank memiliki fleksibilitas dalam mengelola kestabilan likuiditasnya,” jelasnya.
Baca juga: BI Revisi ke Bawah Target Ekonomi RI 2025 Jadi 4,6-5,4 Persen
Dorong Ekspansi Kredit
Menurut Ryan, kalangan perbankan sektor riil akan menyambut positif keputusan RDG BI Mei 2025. Pasalnya, langkah BI tersebut diyakini bakal membuka keran ekspansi kredit lebih luas lagi.
Meski demikian, kata Ryan, langkah BI ini tetap harus diperkuat dengan kebijakan fiskal yang sifatnya counter-cyclical (pro pertumbuhan) yang lebih longgar (dovish).
“Sehingga kombinasi atau bauran kebijakan moneter dan fiskal dapat lebih efektif mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat, resilien dan berkelanjutan,” tambahnya. (*)










