Gita Wirjawan: Penguasaan Bahasa Inggris jadi ‘Nilai Jual’ Tenaga Kerja RI

Gita Wirjawan: Penguasaan Bahasa Inggris jadi ‘Nilai Jual’ Tenaga Kerja RI

Jakarta – Di era globalisasi seperti sekarang, workforce atau tenaga kerja perlu meningkatkan skill (upskilling) agar bisa bersaing dengan tenaga kerja dari luar. Salah satunya adalah dengan meningkatkan keterampilan berbahasa internasional, yakni bahasa Inggris.

Edukator, pengusaha, yang sekaligus mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia ke-27, Gita Wirjawan mengungkapkan bagaimana penguasaan bahasa Inggris bisa meningkatkan nilai jual tenaga kerja Indonesia di dunia internasional.

Ia membandingkannya dengan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara, yang mana tenaga kerja di beberapa negara Asia Tenggara memiliki kemampuan berbahasa Inggris jauh lebih baik ketimbang tenaga kerja Indonesia.

Baca juga: Tenaga Kerja dan Tren Reshoring Bisa Hambat Target Pertumbuhan 6% RI di 2045

Filipina, misalnya, ia jelaskan memiliki jumlah pemberdayaan tenaga kerja di luar negeri kurang dari 10 juta orang, jauh lebih rendah ketimbang Indonesia, namun dapat mendatangkan remitance sebesar USD40 miliar sampai USD50 miliar per tahun. Di atas itu, Filipina bisa mendapatkan USD40 miliar sampai USD50 miliar lagi dengan pemberdayaan beberapa juta pekerja Filipina untuk kebutuhan outsourcing.

“Sehingga total bisa mencapai USD80 miliar sampai USD100 miliar per tahun. Dibandingkan dengan belasan juta manusia RI yang diberdayakan di luar negeri yang kerja di Hongkong, Taiwan, Jepang, Malaysia, itu kita cuma dapat USD15 miliar sampai USD20 miliar per tahun,” jelas Gita pada acara konferensi pers gerakan #NextMillionJobs Jobstreet di Jakarta, Selasa (17/9).

Ia lalu menekankan bahwa itu semua sangat berkorelasi pada kualitas pendidikan. Ia katakan jika proficiency bahasa Inggris para pekerja Filipina itu sangat luar biasa. Menurut kalkulasinya, tak lebih dari 10 juta masyarakat Indonesia yang bisa berbahasa Inggris. Sementara di Filipina, hampir semuanya bisa berbahasa Inggris.

Begitu pula di Singapura dan Malaysia yang hampir semua penduduknya bisa berbahasa Inggris. Ia lalu menghubungkan kemampuan berbahasa Inggris itu dengan tingkat jumlah wisatawan global yang datang ke Indonesia dalam kaitannya dengan sektor hospitality.

Hospitality internasional di Indonesia terkait kedatangan wisatawan mancanegara yang tak lebih dari 15 juta wisatawan per tahunnya. Sedangkan Thailand mendatangkan 40 juta wisatawan mancanegara, Malaysia 22 juta sampai 25 juta, dan Singapura 25 juta.

Baca juga: Krisis Tenaga Kerja, Jepang Buka Lowongan Besar-Besaran untuk TKA

“Itu karena mereka bisa berkomunikasi dalam bahasa internasional. Jadi, saya berpikir kalau angka 10 juta orang Indonesia bisa berbahasa Inggris itu ditingkatkan ke 150 juta, ini akan terhubung ke banyak cabang. Kita mungkin bisa datangkan wisatawan global 100 juta lebih per tahun,” paparnya.

Ia kemudian menambahkan jika Indonesia tak perlu khawatir dengan dislokasi yang akan timbul akibat pemberdayaan Artificial Intelligence (AI), mengingat unsur hospitality tetap tak akan bisa digantikan dengan AI. Tentu ada sektor-sektor yang terdislokasi, namun bakal ada jauh lebih banyak ruang yang terbentuk melalui pemberdayaan pendidikan, khususnya bahasa.

“Nasionalisme kita akan lebih kaya kalau kita bisa menginternasionalisasi diri kita sendiri,” pungkas Gita. (*) Steven Widjaja 

Related Posts

News Update

Top News