Mei 2015, NPL Bank Syariah Mencapai 5,54%

Mei 2015, NPL Bank Syariah Mencapai 5,54%

Jakarta – Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah mencatatkan lonjakan kredit bermasalah yang menyebabkan rasio Non Performing Financing (NPF)-nya memerah. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Mei 2016, NPF bank umum syariah dan unit usaha syariah beradal di level 5,54%, atau diatas ketentuan regulator yang ditetapkan maksimal sebesar 5%.

Secara nominal, kredit bermasalah bank umum syariah dan unit usaha syariah mencatatkan kenaikan sebesar 24,36% dari Rp9,71 triliun pada Mei 2015, menjadi Rp12,07 triliun. Sementara pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah pada periode tersebut hanya meningkat sebesar 6,85% dari Rp203,89 triliun pada Mei 2015 menjadi Rp217,86 triliun pada Mei 2016.

Data OJK mencatat, NPF di bank umum syariah mencapai 6,17%, lebih tinggi 1,17% dari ambang batas maksimum yang diperbolehkan regulator sebesar 5%. Secara nominal, pangsa kredit bermasalah di bank umum syariah mencapai 79,57% dari total kredit bermasalah bank syariah.

Sebaliknya, rasio NPF di unit usaha syariah lebih terkendali dengan rasio mencapai 3,97%. Pangsanya terhadap total kredit bermasalah bank syariah juga kecil, yakni mencapai 20,43%. Hal ini menyiratkan, meski jumlah pemain bank syariah lebih sedikit ketimbang unit usaha syariah, namun size-nya yang besar sangat mempengaruhi kinerja bank syariah secara keseluruhan.

Menurut data OJK, kontributor penyumbang NPF tertinggi berasal dari Piutang bank umum dan unit usaha syariah yang rasionya mencapai 5,98%. Secara nominal, kontribusi kredit bermasalah pada Piutang ini mencapao 63,81% dari total kredit bermasalah bank umum dan unit usaha syariah. Rasio NPF untuk pembiayaan bagi hasil juga berada diatas 5%, yakni mencapai 5,08%. Secara nominal, pangsa kredit bermasalah pada pembiayaan bagi hasil mencapai 33,42% dari total kredit bermasalah bank umum dan unit usaha syariah.

Tren memerahnya NPF dipicu oleh memburuknya kualitas pembiayaan akibat masih tingginya risiko pembiayaan ditengah masih melambatnya iklim usaha pada triwulan I dan II 2016. Seperti halnya bank umum konvensional, bank umum syariah dan unit usaha syariah juga menerapkan strategi yang sama, yakni lebih selektif dalam mengucurkan pembiayaan untuk menghindari potensi lonjakan kredit bermasalah. Itulah mengapa, pertumbuhan pembiayaan syariah di bank umum syariah dan unit usaha syariah pada Mei 2016 hanya meningkat tipis, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan industri perbankan secara umum.

Berdasarkan data OJK pertumbuhan pembiayaan bank syariah didorong oleh pertumbuhan kredit dari unit usaha syariah bank. Hingga Mei 2016 pertumbuhan pembiayaan unit usaha syariah mencapai 11,21%. Namun pangsa pembiayaannya hanya mencapai 28,52% dari total pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah.

Sementara, pertumbuhan pembiayaan di bank umum syariah jauh lebih rendah dari unit usaha syariah bank, yakni mencapai 5,20%. Kendati demikian pembiayaan bank umum syariah masih mendominasi penyaluran pembiayaan di bank syariah dengan pangsa mencapai 71,48% dari total pembiayaan bank syariah.

Tingginya NPF di bank  syariah disikapi serius oleh OJK, yang mengaku terus melakukan pembinaan kepada bank-bank yang NPF-nya diatas 5%. Pembinaan itu dilakukan diantaranya dengan mememinta bank syariah untuk memperbaiki kinerjanya dan melakaukan restrukturisasi. Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Achmad Buchori mengatakan, pada kuartal II 2016, NPF di bank syariah sudah mulai membaik. Ia pun meyakini diakhir tahun nanti NPF akan terkendali, alias tidak sampai menembus 5%. (*)

Related Posts

News Update

Top News