Jakarta – Penghapusan pasal 47 ayat C mengenai larangan Anggota Dewan Gubernur (Deputi BI) untuk menjadi pengurus atau anggota partai politik dalam draft Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).
Menuai pertanyaan terkait independensi lembaga otoritas keuangan seperti Gubernur Bank Indonesia (BI), Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sudah terbentuk baik selama ini, Deni Friawan Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS mengatakan, ketentuan tersebut bisa membahayakan jika lembaga otoritas keuangan dikuasai oleh politisi atau yang memiliki kepentingan jangka pendek.
“Ini akan mengganggu independensi mereka dalam membuat kebijakan yang baik bagi stabiltas sektor keuangan,” ujarnya di Jakarta, 27 Oktober 2022.
Terkait dengan adanya unsur politik di dalam lembaga sektor keuangan, ia menilai, hal tersebut akan membentuk permasalahan dari sisi ekonomi politik yaitu perebutan kekuasaan antara Dewan Perwakilan Rakyat) DPR, Kementerian Keuangan, dan lembaga-lembaga otoritas keuangan.
“Jadi disini DPR ingin mengambil semuanya dan ingin mempunyai kontrol terhadap lembaga keuangan ini. Lewat bagaimana mereka memilih dewan pimpinan lembaga-lembaga ini, panselnya semuanya yang buat DPR, yang milih DPR setelah pansel terbentuk DPR memilih kandidatnya setelah itu tinggal diserahkan kepada Presiden untuk disahkan, artinya semuanya dibawah kontrol DPR,” ucap Deni.
Sehingga, lanjutnya, ini jelas sekali, jika dibiarkan, independensi lembaga keuangan akan sulit. Meskipun di partai politik memiliki orang professional di bidang keuangan, tetapi karena yang memilih DPR tidak menutup kemungkinan keputusan yang diambil nantinya akan ada unsur kepentingan poilitik.
“Kalau dewan pimpinan lembaga keuangan dari parpol, pengawasnya dari parpol, di Kementerian Keuangan sebagai KSSK juga orang politik, itu kan kalau mereka mau menangkan pemilu ya sudah stimulus saja, yang penting menang jangka pendek, uang disebar tapi konsekuensi berikutnya kan tidak lihat. Itu yang kita hindari karena itu bisa berpotensi akan membuat krisis makin parah dan makin lama,” tegas Deni. (*) Irawati