Jakarta – Lani Darmawan, Direktur Utama Bank CIMB Niaga yang baru optimis bisa membawa banknya lebih maju lagi. “Saat ini CIMB Niaga dalam posisi yang baik, sehat dengan permodalan kua. Kami lanjutkan stategy dan misi kami untuk tetap bisa melayani nasabah dan masyarakat Idnoensia lebih baik lagi,” ujar Lani Darmawan kepada Ari Nugroho Desember lalu. Lani Darmawan yang memiliki jam terbang di bidang retail banking dianggap cocok memimpin CIMB Niaga yang sedang fokus memperkuat posisinya di segmen ini.
CIMB Niaga kini menduduki urutan keenam bank terbesar di Indonesia dan menjadi penantang pasar (market challenger) di segmen retail banking. Selain CIMB Niaga, pasar retail banking juga diserbu bank pembesar lain seperti Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan banyak bank lain.
Sedangkan market leader di bisnis retail banking masih diduduki Bank Central Asia (BCA) yang posisinya makin tak tergoyahkan. Setelah BRI sebagai bank pencetak laba terbesar, BCA juga berpotensi menyalip aset Bank Mandiri. Jika dua tahun ke depan BCA mampu mengulang pertumbuhan aset seperti 2021 yang sekitar 16%-17% dan pertumbuhan aset Bank Mandiri tetap di kisaran 6%-7%, maka BCA bakal menyalip Mandiri pada 2023 sebagai bank terbesar kedua di bawah BRI.
Kisah sukses BCA yang berlari cepat di lahan pasar retail banking telah melecut bank-bank lain, bahkan bank dari mancanegara, untuk merebut segmen pasar ini. Salah satunya Kookmin Bank, bank terbesar sekaligus penguasa pasar ritel di Korea Selatan yang masuk ke Bank Bukopin. Bank pelat merah seperti Bank Mandiri dan BNI yang secara genetik lebih kuat di segmen korporate pun menguatkan posisinya sebagai universal bank dan membidik retail banking sebagai salah satu lini bisnis utamanya. Hasilnya, kedua bank pelat merah tersebut berhasil menguasai pasar.
Namun, kisah gagal di segmen retail banking juga ada. Misalnya Barclays yang masuk dengan mengakuisisi Bank Akita pada 2010. Barclays yang kabarnya menanamkan investasi Rp3 triliun untuk menggarap pasar retail banking menargetkan bisa break event point sebelum tujuh tahun. Namun, belum genap dua tahun Barclays menutup bisnis ritelnya. Lalu, Citibank yang secara global kuat di wholesale banking pun tahun memilih keluar dari segmen consumer di sejumlah negara termasuk Indonesia karena tidak lagi memiliki competitive advantage akibat perubahan pasar.
Menurut kajian Infobank Institute, pasar ritel banking di Indonesia masih memiliki potensi pasar yang besar karena dukungan populasi 270 juta dengan stabilitas ekonomi dan politik yang terjaga. Namun, ada dua tantangan utama yang harus dihadapi untuk bisa sukses berkompetisi di segmen retail banking.
Satu, kian ketatnya persaingan dengan serbuan banyak jenis kompetitor yang satu dekade lalu belum muncul. Dua, besarnya investasi dan biaya operasi untuk menggarap pasar ritel serta menuntut adanya economic of scale yang memadai.
Kedua tantangan tersebut menuntut bagaimana bank-bank mampu kompetitif di pasar dengan biaya yang efektif dan efisien. Makanya, dari sisi liabilities, bank-bank berusaha mengejar dana murah yang terdiri dari giro (current account) dan tabungan (saving account) atau CASA. Makanya, hampir semua mencatat kenaikan rasio CASA terhadap dana pihak ketiga (DPK).
Seperti apa kompetisi di sektor perbankan ritel dan apa faktor-faktor sukses untuk memenangkan kompetisi di segmen ini? Bagaimana peringkat dana murah bank-bank umum? Simak selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 525 Januari 2022.