Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemred Infobank
UJIAN para bankir untuk melewati krisis belum tahu kapan berakhir. Per Juni lalu, para bankir sebetulnya mulai melihat cahaya di tengah lorong gelap pandemi yang terjadi sejak Maret 2020. Seperti dilaporkan Bank Indonesia (BI) per Juni, kredit perbankan mulai naik tipis 0,40% menjadi Rp5.572,80 triliun, dengan kredit perorangan menyumbang pertumbuhan 4,30%.
Kredit perbankan mulai bergeliat setelah per April dan Mei masih terkontraksi 2,34% dan 1,28% secara year on year. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkontraksi selama empat kuartal berturut-turut sejak kuartal kedua 2020, juga diprediksi tumbuh di kisaran 6% hingga 7% pada kuartal kedua 2021.
Menurut Kajian Biro Riset Infobank bertajuk RATING 109 BANK 2021, bank-bank yang pada 2020 ramai-ramai melaporkan penurunan kredit pun terancam menghadapi rintangan untuk mencetak pertumbuhan kredit pada kalender 2021.
Ancaman berikutnya adalah membesarnya non performing loan (NPL) yang menjadi bom waktu karena tertolong oleh kebijakan restrukturisasi kredit sejak Maret 2020 hingga saat ini.
Kredit industri perbankan pada 2020 terkontrak 2,21% atau pertumbuhan minus pertama sejak krisis moneter 1998. Hanya ada 51 bank yang masih mencatat pertumbuhan kredit tahun lalu.
Dari sisi kualitas aset, meskipun NPLsecara industri masih aman sebesar 3,06% namun credit at risk (LAR) menunjukkan tren naik sejak tahun lalu. LAR perbankan meningkat dari 11,98% pada 2018, 12,93% pada 2019, 22,65% pada 2020, dan 23,71% per Februari 2021. Ada 17 bank yang harus bekerja lebih keras menjinakkan NPL yang tahun lalu sudah melewati batas 5%.
Sedangkan dari pertumbuhan laba industri anjlok 34,18%, dimana ada 45 bank yang berhasil mencatat pertumbuhan laba. Sementara, bank yang mencatat kerugian sebanyak 15 bank, enam diantaranya sudah merugi sejak 2019.
Bank-bank yang sudah mengalami kerugian pastinya ingin menciptakan turn-around pada 2021 namun masih dihantui oleh pandemi COVID-19 yang belum berhenti menjadi penghalang dimana mata rantai penularan belum terputus meskipun program vaksin digulirkan. Menurut Kajian Biro Riset Infobank bertajuk RATING 109 BANK 2021, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kinerja bank sampai akhir tahun ini.
Satu, arus kas pengusaha yang masih tertekan oleh kondisi pandemi yang belum pasti kapan berakhir mempengaruhi pendapatan perbankan masih tergantung dari. Pendapatan bunga masih akan menurun jika pertumbuhan kredit tertahan. Tahun lalu, ketika kredit terkontraksi 1,89%, pendapatan bunga merosot 4,85%, dimana hanya ada 31 bank masih mencatat pertumbuhan pendapatan bunga.
Dua, NPL berpotensi meningkat karena kucuran kredit baru yang diharapkan meningkatkan outstanding kredit dan membesarkan pembanding tidak terjadi. Hujan NPL juga dipastikan terjadi saat relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit berakhir pada Maret 2022 dimana sekitar 20% dari kredit yang direstrukturisasi jatuh menjadi NPL.
Tiga, tingkat efisiensi menjadi penentu bottom line kinerja keuangan bank ketika pendapatan bunga menurun sehingga penutupan jaringan kantor bank pun terus berlanjut. Sebelum pandemi datang, banyak nasabah sudah beralih ke transaksi digital dan pada saat yang sama jumlah jaringan kantor bank umum terus berkurang dari 31.604 unit pada 2018 menjadi 29.780 per April 2021.
Empat, melimpahnya likuiditas dan seretnya kredit membuat bank-bank berlomba menurunkan biaya dana (cost of fund). Rasio dana murah yang terdiri dari giro (current account) dan tabungan (saving account) atau CASA terhadap dana pihak ketika (DPK) terus mengalami peningkatan dari 54.02% pada 2017 menjadi 58,37% per April 2021. Tahun lalu ada 11 bank yang membuang dana mahal sehingga DPK merosot tapi menaikkan CASA. Sayangnya ada 33 bank yang mengalami penurunan dana murah.
Lima, pendapatan non bunga kian menjadi penopang pendapatan perbankan. Indikator pun terlihat ketika kontribusi pendapatan bunga terhadap total pendapatan bank terus berkurang dari 74% pada 2018 menjadi 72% pada 2019. Kontribusi pendapatan bunga terhadap total pendapatan perbankan pun menyusut menjadi 66% pada 2020 dan tinggal 50% per April 2021.
Enam, permodalan menjadi faktor penting kesuksan bank. Sebelum pandemi COVID-19 datang, OJK sudah mendorong bank dan lembaga keuangan untuk memperkuat permodalan. Semua bank harus memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3 triliun pada 2022 dan pada akhir 2021 harus memiliki modal inti minimum Rp2 triliun.
Enam faktor di atas penting untuk diperhatikan bank-bank untuk merespon ketidakpastian akibat pandemi COVID-19. Kendati pemerintah optimis mematok pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 6% hingga 7%, namun bank-bank harus memiliki kuda-kuda yang kuat untuk menghadapinya berbagai risiko.
Relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit berakhir pada Maret 2022 dan jika tidak diperpanjang oleh OJK maka bank-bank terancam diguyur hujan deras NPL. Jika 20% dari kredit yang direstrukturisasi jatuh menjadi NPL, bisa bikin oleng asset perankan. Dengan menggunakan data Biro Riset Infobank per 2020 di mana nominal NPL yang sebesar Rp170,34 triliun ditambah 20% dari Rp1.096,13 triliun jumlah kredit yang direstrukturisasi jatuh menjadi NPL, maka tanpa relaksasi kebijakan restrukturisasi jumlah kredit bermasalah tahun lalu bisa mencapai Rp389,56 triliun alias NPL mencapai 7,02% dari total kredit. Itu belum ditambah sebagian kredit kolektabilitas dua yang jatuh menjadi NPL.
Agar tidak turun hujan deras NPL, para bankir tentunya berhadap ada relaksasi restrukturisasi kredit jilid 3. Yang pasti para bankir masih harus mengencangkan ikat pinggang jika pandemi COVID-19 terus berlangsung dan kebijakan pengetatan mobilitas sosial dilakukan.
Sebab, kalaupun relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit diperpanjang lagi oleh OJK, itu pun tidak membantu arus kas pelaku bisnis yang sudah megap-megap dan pastinya akan mempengaruhi kinerja kredit perbankan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Seperti apa hasil Rating 109 Bank Versi Infobank 2021? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 520 Agustus 2021.