Jakarta – Hingga sekarang, konflik antara jasa penagih utang atau debt collector dengan masyarakat masih sering terjadi. Untuk mencegah dan meminimalisir konflik tersebut, Bareskrim Polri memberikan tiga poin yang dapat diimplementasikan oleh berbagai pemangku kepentingan.
Kasubdit V IKNB Bareskrim Polri, Kombes Pol. Ma’mun mengungkapkan, poin pertama, secara bersama perlu melakukan metode social control engineering dengan menggunakan sistem teknologi informasi dengan melibatkan stakeholder penagihan, baik itu kreditur, debitur, masyarakat, dan kepolisian, untuk memperbaiki tindakan para debt collector.
“Sebab, debt collector bisa dimusuhi dan di defensif oleh masyarakat dan aparat penegak hukum dalam tindakan melanggar hukum. Terpenting, tidak bisa dihapuskan keberadaannya karena memang tetap dibutuhkan oleh industri keuangan di Indonesia,” ujarnya, dalam webinar bertajuk ‘Assets Recovery Strategy during Pandemic: Posisi Debt Collector di Mata Hukum dan Sosial’ yang digelar Infobank, Senin, 26 Juli 2021.
Poin kedua, lanjut Ma’mun, perlunya regulasi hukum yang mengatur asosiasi pekerja penagihan bersama dengan aparat penegak hukum dalam melakukan pendidikan atau pengetahuan hukum dalam mengontrol sikap dan tindakan para rekan debt collector yang tergabung di dalamnya.
“Ketiga, perlunya regulasi hukum yang mewajibkan setiap debt collector terdaftar dan ada dalam pengawasan aparatur. Nah, ini sudah ada, cuman mungkin perlu dipertegas lagi pada bagian sanksi dan sebagainya,” kata Ma’mun. (*) Bagus Kasanjanu
Editor: Rezkiana Np