Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI mencatat terdapat 3 hoaks baru pada periode 16 hingga 17 April 2021 lalu. Berita bohong tersebut membahas soal Covid-19 dan vaksinasi covid-19 yang sedang berlangsung di masyarakat.
Pertama, sempat beredar informasi melalui pesan berantai platform media sosial WhatsApp yang menyebutkan penyintas Covid-19 dapat langsung divaksinasi dengan syarat isolasi selama 10 hari. Narasi pesan tersebut juga menyebut penyintas tidak harus menunggu selama 3 bulan untuk bisa mendapatkan vaksin.
Faktanya informasi ini tidak benar. Dikutip dari situs Jala Hoaks Pemprov DKI Jakarta, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menegaskan bahwa penyintas Covid-19 tidak dianjurkan menerima vaksin setelah isolasi 10 hari.
Kementerian Kesehatan RI juga telah menyusun peraturan terkait vaksinasi penyintas Covid-19 yaitu, apabila penyintas belum pernah melakukan suntik vaksin Covid-19 dosis 1, maka harus menunggu 3 bulan dari sembuh agar bisa mendapatkan suntikan dosis 1. Berikutnya, apabila penyintas sudah pernah mendapatkan suntik vaksin dosis 1, maka dosis 2 tetap bisa diberikan 28 hari setelah dosis 1 dan sudah dinyatakan sembuh.
Kedua, terdapat unggahan di media sosial Facebook yang mengatakan bahwa Kota Tarakan, Kalimantan Utara bebas dari Covid-19. Dalam narasi dikatakan bahwa sudah tidak ada kasus Covid-19 di Kota Tarakan.
Selain itu, bebasnya Kota Tarakan dari kasus Covid-19 karena para dokter di Kota Tarakan yang melakukan uji coba sendiri dan membuktikan bahwa alat uji swab antigen PCR tidak dapat mendiagnosa secara akurat.
Narasi dalam unggahan tersebut juga mengatakan bahwa dokter di Kota Tarakan tidak memberikan obat kepada orang yang sudah bergejala Covid-19 yang membuat Kota Tarakan bebas dari Covid-19.
Setelah dilakukan penelusuran, informasi ini tidak benar. Dilansir dari situs resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, per 12 April 2021 persentase kasus Covid-19 di Provinsi Kalimantan Utara mencapai angka 0.7% dengan besaran kasus sebanyak 11.398.
Ketiga, beredar sebuah unggahan di media sosial Instagram yang menyebutkan, WHO telah menyatakan bahwa tes PCR Covid-19 berbasis jumlah ambang batas Cycle Threshold atau CT yang selama ini telah dilakukan ternyata memiliki hasil yang cacat.
Unggahan tersebut menyebutkan pula bahwa estimasi pasien yang terdeteksi positif melalui tes PCR dan lockdown yang telah dilaksanakan adalah sebuah kekeliruan yang tidak berdasar.
Informasi ini terbukti tidak benar. Dilansir dari turnbackhoax.id, WHO tidak pernah menyatakan bahwa tes PCR merupakan tes yang cacat dan sama sekali tidak menjadi penentu seseorang dinyatakan positif Covid-19 atau tidak. PCR atau Polymerase Chain Reaction dinilai masih akurat dibandingkan dengan Swab Antigen ataupun Rapid Test.
Agar terhindar dari hoaks, masyarakat diharapkan merujuk kepada situs-situs informasi terpercaya. Selain situs berita-berita nasional, situs, seperti covid19.go.id, kominfo.go.id, dan sehatnegeriku.kemkes.go.id dapat diakses untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat terkait dengan Covid-19 dan vaksinasi. (*) Evan Yulian Philaret