Jakarta — Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir dinilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar pasal suap. Mantan bankir itu diketahui telah dijanjikan sejumlah gratifikasi oleh Johanes Budisutrisno Kotjo terkait dengan proyek PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
“Pasal suap itu rumusannya bukan hanya menerima uang, tapi juga menerima hadiah atau janji,” tutur Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (23/4).
Penerimaan janji menurut KPK sudah termasuk suap dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). “Jadi rumusannya menerima hadiah atau janji, dan kita tahu proyek PLTU Riau-1 ini belum direalisasikan. Sementara dalam beberapa konstruksi yang sudah muncul sering kali commitment fee atau janji itu baru bisa direalisasikan sepenuhnya kalau proyeknya sudah dijalankan dan sudah selesai,” terang Febri lagi.
Dia menyatakan, bahwa penyidik KPK telah memiliki bukti penerimaan janji tersebut. Bersama-sama Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham, Sofyan dinilai cukup intens dalam kasus PLTU Riau-1 ini, sehingga KPK menilai cukup untuk menyangkakan Sofyan dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 (KUHP), yaitu pasal penyertaan, dan Pasal 56 ayat 2 (KUHP), yaitu pembantuan.
“Jadi ada yang bersama-sama melakukan atau membantu tindak pidana,” tegas Febri.
Sofyan Basir dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (*)