Ditengah ketidakpastian ekonomi yang masih berlangsung, bisnis KPR masih menjadi andalan sejumlah bank dalam menyalurkan kredit. Potensi pasar ada pada segmen menengah atas. Ria Martati
Jakarta–Di tahun Monyet Api, sejumlah bank mulai kembali bersemangat menggenjot penyaluran kreditnya. Hal ini didorong oleh perkiraan meningkatnya pertumbuhan ekonomi sejalan dengan makin gencarnya belanja modal Pemerintah.
Pengamat Ekonomi, Agustinus Prasetyantoko memperkirakan, pertumbuhan kredit yang berhubungan dengan retail konsumer serta berkaitan dengan proyek-proyek Pemerintah akan menjadi motor utama penggerak pertumbuhan kredit tahun depan. Dengan pertumbuhan ekonomi 5,2% ia optimistis pertumbuhan kredit pun bisa didorong di kisaran 14%.
Penyaluran kredit ke sektor properti merupakan salah satu bisnis yang potensial bagi perbankan. Besarnya potensi penyaluran kredit properti sejalan dengan program sejuta rumah yang didengungkan pemerinta. Hal ini disebabkan oleh backlog perumahan yang masih cukup besar. Berdasarkan asumsi inipula, sejumlah bank kampiun di pasar kredit perumahan optimis bahwa pertumbuhan kredit perumahan akan lebih baik ketimbang tahun ini.
Seperti diketahui, tahun ini pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tak sekencang biasanya. Per September 2015, kredit kepemilikan rumah tercatat mencapai Rp318,94 triliun atau hanya tumbuh 5,29%. Lain halnya dengan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Penyaluran KPA oleh perbankan tercatat mencapai Rp12,99 triliun atau tumbuh negatif 1,80% dari Rp13,23 triliun pada September 2014. Sementara kredit pemilikan Ruko tumbuh 2,13 % menjadi Rp26,52 triliun dari Rp25,96 triliun pada September 2014.
Pemain terbesar KPR, PT Bank Tabungan Negara (persero), Tbk (BTN) misalnya, menargetkan membiayai 600-700 ribu unit rumah tahun depan. Angka ini meningkat dibanding target tahun ini yang dipasang 441 ribu unit. Direktur Utama BTN, Maryono menghitung, ada potensi 1,5 juta rumah yang bisa digarap untuk KPR. Fokusnya tentu saja adalah pembiayaan rumah pertama dan kelas menengah bawah. Dengan potensi itu, menurutnya pertumbuhan KPR dapat mendorong pertumbuhan kredit BTN hingga 19%-21% tahun depan. Pencapaian ini sedikit lebih baik ketimbang target pertumbuhan kredit tahun ini yang dipatok di kisaran 18%-19%.
Pada September 2015, penyaluran KPR BTN tumbuh 19,84%, lebih tinggi dibanding bank-bank lain. KPR BTN pada periode tersebut naik dari Rp76,44 triliun menjadi Rp91,610 triliun. Sedangkan untuk KPR non subsidi tercatat tumbuh 16,65% dari Rp44,175 triliun menjadi Rp51, 53 triliun. Kendati demikian, untuk mencapai target pertumbuhan tahun depan , Maryono mengaku sangat tergantung kondisi makro ekonomi.
Tahun ini, menurunnya permintaan kredit perumahan disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat di tengah seretnya pertumbuhan ekonomi. Ketatnya aturan Loan To Value (LTV) termasuk larangan untuk inden KPR rumah kedua dan ketiga oleh regulator telah mengakibatkan terjadinya pergeseran komposisi cara bayar beli rumah oleh masyarakat.
Lain halnya dengan PT Bank Mandiri, Tbk (Bank Mandiri). Sebagai salah satu pemain yang ikut membiayai perumahan, bank ini cukup optimis mematok pertumbuhan kreditnya akan lebih baik dari tahun ini. Kendati demikian, Bank Mandiri masih tak berani mematok target pertumbuhan terlalu tinggi. Bank berlogo pita emas ini menargetkan pertumbuhan kreditnya berada di kisaran 7%-8% saja dibanding realisasi tahun ini.
Target yang tak terlalu agresif itu diakui Direktur Konsumer Mandiri, Hery Gunardi karena sektor properti diperkirakan tidak akan langsung bangkit. Per September 2015, KPR di Bank Mandiri memang tumbuh seret, hanya 0,08% menjadi Rp26,36 triliun dari Rp26,34 triliun. Namun per Oktober 2015 lanjutnya, pertumbuhan KPR sudah 2% dan diperkirakan akan di kisaran 2%-2,5% pada akhir tahun ini.
Untuk mendorong pertumbuhan KPR, Bank Mandiri akan menggunakan strategi yang berbeda, yaitu mendorong KPR untuk rumah bekas. Hery Gunardi mengatakan, porsi KPR rumah bekas di Bank Mandiri meningkat dari 20% menjadi 30%-35% tahun depan.
“Sebenarnya kita ingin memaksimalkan referal. Contohnya nasabah prioritas 50 ribu nasabah, orang kaya, tapi mereka gak hanya butuh rumah pertama saja, mereka butuh rumah kedua ketiga dan seterusnya, potensi secondary market tinggi, jadi kita akan cross sell,” kata Hery.
Untuk itu, Bank Mandiri berencana untuk menggandeng banyak agen properti besar. Hal ini dimaksudkan agar komposisi KPR rumah kedua dan seterusnya tersebut makin besar pula.
Mematok target pertumbuhan yang konsevatif pun dilakukan oleh PT Bank Central Asia,Tbk (BCA). Untuk keseluruhan kreditnya saja, BCA menargetkan pertumbuhan kreditnya hanya di kisaran 10%-11% pada 2016. Target tersebut lebih rendah dibanding target tahun ini yang dipatok sebesar 12%.
Kendati demikian, menurut Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, pertumbuhan kredit perseroan bisa saja di atas dari target tersebut. Namun, hal ini harus sejalan dengan perekonomian yang mendukung. Dia mengungkapkan, kredit yang dipatok 10%-11% itu akan dimasukkan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) 2016.
“Sementara di sekitar 10%-11%, tetapi kalau ternyata ekonomi lajunya membaik, kita sanggup 14%, sekarangkan sudah mulai kelihatan, lajunya sudah mulai membaik . Sekarang kalau lihat kemampuan ekonomi, sementara di 10%-11% dulu,” ujar Jahja di Jakarta, Senin, 14 Desember 2015.
Target yang cukup konservatif pun di pasang BCA untuk penyaluran KPR. Hingga akhir September 2015 lalu, Direktur Konsumer BCA, Henry Koenaifi memperkirakan, pertumbuhan KPR tahun depan bakal flat.”Saya dengar prediksi penjualan rumah flat, mobil juga lebih kurang begitu, ya kita kan ikuti jualan saja,” kata Henry.
Henry mengungkapkan, per September 2015, oustanding KPR BCA mencapai Rp58 triliun, atau naik 9,5% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kendati sudah mengiming-imingi calon nasabah dengan promo bunga fix and cap, Henry mengakui penjualan KPR tahun ini tak banyak terbantu.
Jahja kembali menegaskan, bahwa target bisa saja diubah lagi, tergantung kondisi ekonomi makro tahun depan. Lebih lanjut, dia mengungkapkan, bahwa likuiditas dan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) BCA masih mendukung untuk kredit dapat tumbuh di level 14% di 2016. Oleh sebab itu, jika perekonomian nasional menunjukkan perbaikan di 2016 maka perseroan akan melakukan revisi RBB pada Juni tahun depan.
“Sementara kita akan RBB di kisaran 10%-11%. Tapi RBB bisa direvisi sekitar Juni 2016. Kalau memang kuartal I bagus, kuartal II bagus, yaa kita akan ubah RBBnya,” ucap Jahja.
Lain lagi dengan PT Bank Negara Indonesia, (Persero) Tbk (BNI) yang senada dengan BTN, yakni lebih optimis dalam memprediksi pertumbuhan penyaluran KPR-nya tahun depan. BNI menargetkan, pertumbuhan KPR-nya di kisaran 16%-18%. Target itu sama dengan target pertumbuhan keseluruhan kredit konsumer 2016 nanti. Pasalnya, KPR diakui BNI memang masih menjadi andalan BNI dalam kredit konsumer.
“Kita fokus ke KPR, kartu kredit, dan personal loan,” kata Direktur Konsumer dan Retail BNI Anggoro Eko Cahyo.
Anggoro mengatakan, saat ini portofolio bisnis konsumer memang masih didominasi oleh KPR. Dari outstanding kredit konsumer Rp 56 triliun, 60% diantaranya adalah KPR. Sementara kartu kredit hanya Rp9,7triliun dan personal loan sisanya.
Untuk memuluskan targetnya, tahun ini BNI meluncurkan program promo bunga tetap selama tiga tahun sebesar 8,45%. Program tersebut diakui mendorong pertumbuhan KPR BNI menjadi 6% secara year on year pada September 2015 lalu. Tahun ini BNI menargetkan pertumbuhan kredit KPR dapat mencapai 7%-8%.
Bicara soal potensi kredit perumahan, pengamat properti dari Indonesia Property Watch Ali Tranghada mengatakan, segmen menengah masih menjadi primadona bagi bisnis properti tahun depan. Pasalnya, dari demografi Indonesia, usia produktif paling berpotensi membeli rumah. Potensi pasar per tahunnya menurut Ali mencapai 433.491 unit. Rinciannya, untuk rumah dengan harga kurang dari Rp300 juta potensi pasarnya mencapai 295.388 unit, rumah seharga Rp300-750 juta potensi pasarnya mencapai 89.767 unit, rumah dengan banderol Rp750 juta hingga Rp1 miliar potensinya mencapai 38.362 unit, dan rumah lebih dari 1,5 miliar potensi pasarnya mencapai 9.974 unit.
Ali pun meyakini, bahwa tahun depan industri properti akan kembali bergairah. “Pasar bukan tak memiliki daya beli namun dalam posisi menunggu di semua segmen dan lebih selektif ” kata Ali.