Jakarta–Keberadaan Undang-Undang (UU) Daerah Kepulauan tidak saja sekadar memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, namun juga membentengi keamanan dan kehormatan bangsa. Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi menyatakan setidaknya delapan gubernur kepala daerah tetap sepakat untuk meneruskan menggolkan RUU Daerah Kepulauan disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. Ali menyatakan hal tersebut dalam Diskusi Forum Daerah Kepulauan bertema “Memantapkan Arah RUU Daerah Kepulauan” di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa, 31 Januari 2023.
Diskusi dihadiri empat dari delapan gubernur daerah kepulauan, yakni Ali Mazi, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah, dan Gubernur Maluku Utara KH Abdul Gani Kasuba. Empat gubernur lain, Pj. Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, dan Gubernur Maluku Murad Ismail berhalangan hadir, namun mengirim penggantinya.
Saat ini, RUU telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2023. Percepatan pengesahannya menjadi UU merupakan upaya untuk menjadikannya sebagai payung hukum bagi pembangunan daerah kepulauan. Ali mengatakan, butuh payung hukum untuk menyelamatkan pulau-pulau di wilayah berbasis perairan. Pulau-pulau tersebut umumnya tertinggal, miskin, dan minim fasilitas.
Atas dasar itu, kata Ali Mazi, perlu sentuhan berbeda atau perhatian khusus untuk meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat di daerah kepulauan, terutama yang tinggal di pulau-pulau kecil, terpencil, dan terluar. Apabila tidak ada perlakuan khusus, kondisi daerah kepulauan sulit berubah, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
Pada kesempatan sama, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad bercerita bagaimana rumitnya mengelola daerahnya yang terdiri dari 2000-an pulau dan kepulauan. “Dari jumlah itu, 200-an pulau berbatasan langsung dengan negara lain,” katanya.
Membangun pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain itu, kata Ansar, tak sekadar menyiapkan infrastruktur. Hal yang lebih penting adalah menjaga kedaulatan negara. Itu sebabnya, katanya, keberadaan UU Daerah Kepulauan tidak saja sekadar memperjuangkan kesejahteraan masyarakat tapi juga membentengi keamanan dan kehormatan bangsa.
Guru Besar Kelautan Institut Pertanian Bogor Prof. Rokhmin Dahuri sepakat dengan sikap delapan gubernur daerah kepulauan untuk meneruskan dan mendorong RUU Daerah Kepulauan menjadi undang-undang. Aturan ini akan mengatasi ketimpangan antarwilayah di Indonesia, sehingga kekuatan ekonomi tidak hanya bertumpu di Jawa, “Yang mencapai 60 persen lebih saat ini,” katanya.
Menurut Rokhmin, RUU ini nantinya akan menjadi dasar kebijakan dan proses pembangunan bidang ekonomi, lingkungan, sosbud, dan polhukam, di mana untuk ekonomi ada dua arahnya, yakni pemulihan ekonomi dari Pandemi Covid. Dan, ke dua, melakukan transformasi struktural ekonomi.
Nurkholis, staf pengajar ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia, menambahkan bahwa upaya pimpinan daerah kepulauan melanjutkan RUU Daerah Kepulauan menjadi undang-undang perlu didukung. Menurutnya, ada gap antara pertumbuhan penduduk dan ekonomi di daerah-daerah kepulauan. “Gap-nya sekitar 2,5 persen,” katanya seraya menyebut penduduk tumbuh 5 persen, sementara ekonomi cuma tumbuh 2-3 persen.
RUU Daerah Kepulauan harus diibaratkan sebagai undang-undang khusus (lex specialis) yang mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Sehingga undang-undang khusus ini dibutuhkan untuk mengatasi konflik antara undang-undang yang lebih luas pengaturannya dengan undang-undang yang lebih sempit substansinya.
Sementara itu, Ferry Insani, Kepala Bappeda Provinsi Bangka Belitung yang mewakili PJ. Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin, mengatakan bahwa sulit mengundang investor ke daerah kepulauan karena minimnya infrastruktur.