Jakarta – Memasuki 2018 sebagian bankir pun masih harus bekerja keras menuntaskan restrukturisasi kredit macetnya, terutama kredit modal kerja di segmen komersial.
Hampir separuh kredit perbankan adalah jenis kredit modal kerja yang menyumbang kredit macet paling besar.
Per September 2017, kredit modal kerja menyumbang 46,89% terhadap total kredit yang mencapai Rp4.543,59 triliun, dan menyumbang 55,43% terhadap total kredit macet perbankan.
NPL kredit modal kerja paling tinggi yaitu sebesar 3,47%. Sementara NPL kredit investasi sebesar 3,25% dan NPL kredit konsumsi hanya 1,77%.
Di tengah masih tingginya risiko kredit, bank-bank berusaha menggeber kredit untuk menekan rasio NPL.
Kredit konsumsi menjadi jalur basah untuk memacu kredit. Karena kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) yang demand-nya besar menjadi penopang terbesar kredit konsumsi setelah kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit tanpa agunan (KTA), dan kartu kredit, maka laju kredit konsumsi perbankan pun cukup kencang.
Menurut data Bank Indonesia (BI) per Oktober 2017, kredit konsumsi tumbuh 10,20%, lebih cepat dari pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi yang masing-masing hanya 8,10% dan 5,50%.
Berdasarkan lapangan usaha, KPR dan KPA menyumbang 50,70% terhadap kredit properti yang per September mencapai Rp773,18 triliun. Sisanya yaitu 31,83 adalah kredit konstruksi dan 17,47% adalah kredit real estate.
Namun, kehatian bank-bank untuk tancap gas dalam pengucuran kredit properti pada 2018 sangat dibutuhkan karena penguatan daya beli masih terbatas.
Kredit properti terutama KPR dan KPA adalah produk andalan yang menawarkan margin cukup tebal, namun bank harus berhati-hati agar tidak terpeleset kredit macet.
Sampai akhir tahun lalu NPL kredit properti mengalami tren naik dimana ada 24 bank yang kredit propertinya mencatat NPL di atas 5%. Bank-bank mana saja yang kredit propertinya terbakar NPL? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Edisi Januari 2018 edisi cetak maupun digital. (*)