30 Tahun ACSIC dan Kunci Sukses Sistem Penjaminan Kredit

30 Tahun ACSIC dan Kunci Sukses Sistem Penjaminan Kredit

Jakarta – Konferensi Asian Credit Supplementation Institution Confederation (ACSIC) yang diselenggarakan 13-16 November lalu di Taipei, Taiwan, menandai 30 tahun perjalanan ACSIC. Sudah banyak yang dilakukan lembaga penjamin anggota ACSIC. Kendati demikian, tugas pemberdayaan UMKM tidak akan pernah berhenti. Dari waktu ke waktu kehadiran lembaga penjamin makin krusial dalam membantu UMKM mengakses sumber permodalan.
Saat ini penjaminan kredit sudah berkembang di seluruh dunia. Tidak kurang dari 2.500 sistem penjaminan kredit yang terdapat di dunia. ACSIC mewakili Asia bahu-membahu dengan konfederasi lembaga penjamin lain di seluruh dunia terus mendorong perkembangam sistem penjaminan kredit. Diinisiasi pada 1987 di Jepang, saat ini ACSIC beranggotakan 17 lembaga penjamin dari 12 negara di Asia. Terakhir, Kamboja ditetapkan sebagai salah satu anggota ACSIC.

Penjaminan anggota ACSIC apabila dibandingkan dengan GDP masing-masing negara terlihat bahwa Korea Selatan rasionya tertinggi, yaitu 5,2%, disusul Jepang 4,2%, Taiwan 3,6%, Thailand 2,3%, dan Indonesia 1,7%. Para anggota ACSIC sepakat untuk terus bekerja sama dengan cara saling bertukar pengalaman dalam menjalankan penjaminan kredit melalui konferensi dan program pelatihan. Selain melalui forum ACSIC, terdapat lembaga penjamin yang melakukan kerja sama bilateral business to business, misalnya antara Jamkrindo dan Korea Credit Guarantee Fund (Kodit) sepakat membantu Working Level Council.

Dalam percaturan global, ACSIC juga aktif dalam World Bank Task Force. ACSIC diwakili technical focal points yang berasal dari Kodit, JFC Jepang, CGCMB Malaysia, SBC Filipina, dan Perum Jamkrindo Indonesia. ACSIC bersama konfederasi lain bekerja sama dengan World Bank dalam menetapkan 16 poin kritis yang menjadi kunci sukses sistem penjaminan kredit. Ke-16 prinsip tersebut dikelompokkan menjadi empat kriteria, yaitu framework regulasi dan legalitas, tata kelola dan manajemen risiko, kerangka kerja operasional, serta monitoring dan evaluasi.

Framework regulasi dan legalitas meliputi prinsip-prinsip berikut: mendirikan lembaga penjamin sebagai institusi yang independen, menyediakan modal yang cukup, mendorong kepemilikan gabungan dan memperlakukan pemegang saham minoritas secara adil, dan melakukan pengawasan sistem penjaminan secara efektif dan independen. Tata kelola dan manajemen rikso meliputi prinsip penetapan tugas sistem penjaminan kredit secara jelas dan transparan, pengangkatan BOD yang independen, desain kerangka kerja operasional yang governance, dan penerapan enterprise risk management (ERM).

Sementara itu, kerangka kerja operasional meliputi prinsip mendefinisikan secara jelas kriteria UMKM, kreditur dan kriteria kredit, memastikan bahwa penjaminan yang akan dijalankan memperhatikan capaian, nilai tambah dan kelangsungan sistem, melakukan penjaminan yang memperhatikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, menetapkan kebijakan tarif berbasis risiko dan mendesain proses klaim yang efisien, serta persyaratan dokumen yang jelas dan proses klaim yang transparan. Untuk poin keempat, yaitu kegiatan monitoring dan evaluasi, harus dilakukan dengan prinsip laporan keuangan yang transparan dan audit oleh fihak ekstenal, publikasi secara terbuka dan berkala, serta evaluasi kinerja sistem secara sistematis dan dipublikasikan.

World Bank bersama ACSIC, AECM Eropa, REGAR & ALIGA di Amerika Latin, MENA di Timur Tengah dan Afrika Utara, AADFI di Afrika, serta Lembaga Penjamin di Amerika dan Kanada bersepakat menetapkan ke-16 prinsip tersebut untuk mendorong pendirian sistem penjaminan kredit di berbagai negara. Tujuannya agar sistem penjaminan kredit berkembang secara berkesinambungan dalam memberdayakan UMKM.(*)

Penulis adalah Direktur Bisnis Penjaminan Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo).

Related Posts

News Update

Top News