BI: Transaksi Hedging Meningkat Ditengah Pelemahan Rupiah

BI: Transaksi Hedging Meningkat Ditengah Pelemahan Rupiah

Jakarta – Di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi belakangan ini, Bank Indonesia (BI) terus mendorong korporasi untuk meningkatkan rasio lindung nilai (hedging) terhadap transaksi dan kewajiban valuta asingnya demi mencegah kerugian selisih kurs.

Asal tahu saja pada perdagangan hari ini (24/7) nilai tukar rupiah dibuka melemah 64 poin atau 0,44 persen ke level Rp14.546 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah yang terjadi saat ini diprediksi masih akan berlangsung, sejalan dengan adanya beberapa faktpr yang terjadi di global.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah di Jakarta, Selasa, 24 Juli 2018 mengakui, seiring dengan pelemahan rupiah yang terjadi saat ini, permintaan produk hedging dari korporasi termasuk BUMN mengalami peningkatan. Namun dirinya enggan menyebutkan berapa peningkatannya.

“Selama rupiah melemah permintaan produk hedging mengalami kenaikan,” ujar Nanang.

Baca juga: BEI Menanti Aturan Hedging Untuk Investasi

Korporasi memang seharusnya dapat memanfaatkan produk hedging yang sudah beragam dan lebih murah saat ini, seperti call spread yang merupakan jasa lindung nilai dari perbankan kepada korporasi yang memiliki liabilitas atau kewajiban valas agar terhindari dari kerugian yang disebabkan volatilitas kurs.

Biaya lindung nilai diklaim Bank Sentral lebih murah yang saat ini berada di kisaran 2,5 persen. Biaya tersebut lebih murah karena saat ini perbankan domestik sudah menyediakan fasilitas call spread.

Adapun Bank domestik yang sudah menyediakan call spread, yakn Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank HSBC Indonesia, Maybank Indonesia, Bank Standard Charterd Indonesia, Bank CIMB Niaga Tbk, Bank of Tokyo Mitsubishi, Bank ANZ, dan Bank UOB.

BI juga meminta korporasi menjadikan risiko pasar atau risiko kurs menjadi bagian pengelolaan risiko korporasi yang berkelanjutan sehingga dapat lebih siap ketika tekanan ekonomi eksternal semakin kencang. Terlebih saat ini, pasar keuangan global tengah menghadapi ketidakpastian. (*)

Related Posts

News Update

Top News