Bebas visa yang berlaku bagi 45 negara harus dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Ria Martati
Jakarta– Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Hendri Saparini menilai kebijakan pembebasan visa kunjungan pada 45 negara akan kurang efektif meningkatkan penerimaan negara. Pasalnya, wisatawan tidak didorong untuk membelanjakan uangnya di Indonesia.
“Coba sekarang lihat, kalau kita ke Monas, barang-barang apa yang dijual berkaitan dengan Monas, sedikit sekali, jika kita datang ke Singapura, di semua tempat kita bisa temukan bolpoin, gantungan kunci, t-shirt dengan icon Singa,” ujar Hendri di acara CORE 2015 Mid-Year Review: Managing Economic Slowdon di Graha Sucofindo, Selasa 28 Juli 2015.
Ia mengatakan, kebijakan tersebut harus didukung dengan langkah pemerintah dalam mengembangkan sektor lain seperti industri, transportasi, dan akomodasi dan lain-lain.
“Yang penting bukan hanya datang ke Indonesia, tapi juga belanja. Karena sebetulnya dengan kebijakan tersebut, dengan serbuan turis, ya transportasi, ya akomodasi kita habis untuk memvasilitasi mereka, dan kita enggak dapat apa-apa,” tandasnya. Oleh karena itu menurutnya kebijakan Pemerintah perlu direncanakan secara komprehensif.
Seperti diketahui, Pemerintah Jokowi-JK telah menetapkan bebas visa kunjungan pada 45 negara dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015. 45 negara yang bebas visa adalah RRT, Rusia, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru, Meksiko, Inggris, Jerman Perancis, Belanda, Italia, Spanyol, Swiss, Belgia, Swedia, Austria, Denmark, Norwegia, Finlandia, Polandia, Hungaria, Ceko, Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Oman, Afrika Selatan, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Chili, Maroko, Peru, Vietnam, Ekuador, Kamboja, Laos, Myanmar, Hongkong dan Makao.