Oleh Inge Halim, Partner and Head of Synpulse Indonesia
PRIVATE wealth di Indonesia meningkat pesat dalam hal jumlah, nilai kekayaan, serta digitalisasi. Regulator sangat ingin memperkuat prospek wealth management (WM) di Indonesia.
Namun, ada beberapa tantangan utama seputar tuntutan liberalisasi yang lebih besar dan strategi bagaimana bank dapat menyediakan WM dalam skala besar untuk pasar mass affluent yang berkembang pesat dan memberikan penawaran yang menarik bagi para high–net–worth individuals (HNWI).
Indonesia memiliki potensi pasar yang tinggi karena jumlah penduduknya yang sangat besar, pertumbuhan ekonomi dan jumlah bisnis yang pesat. Dengan makin banyaknya orang bergabung dalam kelompok HNWI dan ultra-high-net-worth individuals (UHNWI), permintaan akan berbagai macam produk keuangan dan penasihat keuangan pun akan meningkat.
Peraturan di industri WM Indonesia membatasi akses HNWI dan UHNWI terhadap ekuitas asing di pasar domestik, sehingga menjadi penghalang yang signifikan bagi mereka untuk menyimpan kekayaan di dalam negeri.
Melihat regulator yang mulai bekerja lebih dekat dengan sektor swasta, ini berpotensi mengambil pendekatan yang lebih proaktif terhadap regulasi keuangan, dan tidak dapat disangkal bahwa ada dorongan kuat bagi regulator untuk menciptakan regulasi yang lebih baik.
Perlu Liberalisasi Keuangan yang Lebih Besar
Meskipun regulator telah mengakui reksa dana syariah pada 2016, pasar masih menunggu kehadiran reksa dana dan obligasi tradisional dari luar negeri. Bagi investor Indonesia, satu-satunya alternatif untuk diversifikasi adalah pasar saham, reksa dana, dan obligasi dalam negeri. Hal ini menjadi keterbatasan yang substansial, sehingga mendesak bagi regulator untuk meliberalisasi industri ini.
Di lain sisi, para pejabat pemerintah dan regulator memiliki alasan kuat untuk khawatir, karena pasar lokal akan mengalami kekurangan modal investasi jika semua orang memilih untuk menginvestasikan kekayaan mereka di luar negeri. Regulator tampaknya percaya bahwa lebih banyak waktu diperlukan untuk memantau dan menentukan arah yang optimal dalam pengembangan pasar Indonesia.
Pertumbuhan Mass Affluent Awal yang Baik untuk Ekspansi WM
Terlepas dari peraturan yang membatasi, sektor private banking di Indonesia terus bertumbuh seiring dengan meningkatnya segmen mass affluent (dengan nilai kekayaan antara US$50.000 hingga US$1 juta).
Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), meningkatnya digitalisasi telah mendongkrak jumlah pembukaan rekening reksa dana baru secara signifikan di Indonesia. Peningkatannya hampir 116% pada 2021, dari 3,18 juta investor di 2020 menjadi 6,84 juta investor di 2021.
Agar para pemain lokal dan internasional dapat memosisikan diri secara efektif di pasar dengan potensi yang sangat besar, mereka harus memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang key drivers, lingkungan persaingan saat ini, dan kapasitas ekonomi untuk menumbuhkan private wealth. Demografi Indonesia juga sangat positif; Indonesia memiliki populasi yang besar, muda, dan berkembang pesat.
Berlomba Menuju Digitalisasi dan Personalisasi Penawaran
Pandemi secara signifikan mengubah dinamika interaksi WM dengan nasabah Indonesia, yang kini lebih melek digital dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.
Perusahaan-perusahaan teknologi finansial (financial technology/fintech) telah melakukan upaya yang signifikan untuk meningkatkan literasi keuangan nasabah Indonesia, terutama dalam hal investasi. Hasilnya, telah terjadi perubahan positif dalam penetrasi terhadap platform digital.
Penelitian dari Statista menunjukkan bahwa pada 2021 sekitar 76% masyarakat Indonesia telah menggunakan smartphone dengan proyeksi adopsi hingga 91% atau 269 juta pada 2028.
Saat ini, nasabah muda dan melek finansial ini membutuhkan lebih banyak personalisasi dalam layanan yang ditawarkan, yang menjadi peluang besar bagi bank dengan keahliannya untuk meraih mereka.
Personalisasi merupakan tantangan bagi negara sebesar dan sepadat Indonesia. Namun, teknologi yang matang, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan machine learning, dapat membantu bank mengidentifikasi konten yang tepat untuk setiap nasabah dan memberikan call-to-action yang tepat.
Wealth Management as a Service (WaaS) sebagai Opsi untuk Bank Tier 2 dan Tier 3
Untuk memanfaatkan pertumbuhan pasar wealth management Indonesia yang pesat, bank harus melakukan investasi di digital channel, wealth platform, dan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan keuangan yang mendalam untuk mendukung target operating model yang efisien. Dengan risiko pembengkakan biaya yang signifikan, hal ini membutuhkan investasi awal yang cukup besar di bidang teknologi, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
Komitmen yang tinggi akan membantu bank-bank tier 1 untuk menciptakan diferensiasi di penawaran manajer investasi mereka, dan dengan demikian menciptakan entry barrier yang tinggi bagi bank-bank tier 2 dan tier 3 dengan akses terhadap modal dan likuiditas yang terbatas.
Untuk memanfaatkan peluang ini, Bank-bank tier 2 dan tier 3 harus berinvestasi dan bekerja sama dengan wealth service and platform providers yang tepercaya. Dan dapat memercayakan aspek teknologi dan operasional bisnis mereka, sambil tetap berkonsentrasi pada layanan dan retensi klien.
Hal itu akan memudahkan nasabah mass affluent untuk memilih penyedia layanan wealth management yang mereka sukai, dan ini akan mengarah pada demokratisasi wealth as a service (WaaS). (*)