Jakarta — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai salah anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan terus bersinergi guna mendorong penurunan Suku Bunga Kredit.
“Kami selalu berkomunikasi dan terus berkoordinasi, membahas kondisi makro dan mikro di sektor keuangan. Kami juga melihat kemungkinan apakah ada ruang untuk turun, sebagai kelanjutan dari suku bunga yang lain,” ujar Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih dalam acara Money Talk’s CNBC Indonesia, Selasa (02/03/2021).
Menurutnya, sinergitas kebijakan antarlembaga harus menjadi perhatian. LPS juga memonitor suku bunga kredit ini bagaimana cara mendorong untuk turun. “Tentunya upaya untuk mendorong suku bunga kredit adalah bagaimana cara menurunkan suku bunga pinjaman atau suku bunga penjaminan, tentunya kami akan sinergikan terlebih dulu,” lanjutnya.
Dia menambahkan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi suku bunga kredit, belum stabilnya kredit atas permintaan karena kegiatan usaha yang belum menunjukan konsistensi. Namun, dengan adanya program vaksinasi yang efektifitasnya sudah mulai dirasakan, dengan turunnya angka penyebaran Covid-19, diharapkan kepercayaan masyarakat akan pulih dan kegiatan usaha kembali normal seiring dengan meningkatnya permintaan atas kredit pada bank.
“Jika dilihat dari simpanan yang berbasis giro memang ada penurunan karena tiga bulan lagi kita akan menghadapi bulan puasa dan Lebaran, ini nampaknya beberapa kegiatan usaha mulai menggunakan giro. Artinya masih menggunakan uang sendiri bukan kredit yang dikeluarkan oleh bank. Hal inilah yang belum bisa mentransmisikan ke suku bunga kredit karena para pelaku usaha masih menggunakan lebih banyak giro yang dimilikinya untuk kegiatan usaha yang mulai membaik seperti saat ini. Saya kira, vaksin memang menjadi harapan bagi kegiatan usaha,” jelas Lana lagi.
Menurutnya, ke depan efektifitas vaksin ini bisa menjadi faktor positif yang dapat membuat kegiatan usaha semakin pulih. Sehingga para pelaku usaha tidak bisa terus menerus menggunakan uangnya sendiri atau giro, dan dipastikan akan meminta kredit kepada bank. “Di saat kredit mulai membaik, di situ mungkin perbankan juga akan mulai memberikan relaksasi terhadap suku bunga kreditnya,” ucap Lana.
Lana Soelistianigsih memaparkan, berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan efektifitas penurunan suku bunga simpanan ke suku bunga kredit, dalam keadaaakan normal, ada selang waktu antara 1 triwulan sampai dengan 2 triwulan. Tetapi dengan kondisi pandemi seperti sekarang, mungkin perlu waktu lebih lama lagi atau sekitar 3 triwulan.
“Namun cepat atau lambat, saya kira suku bunga kredit akan turun seiring dengan kegiatan usaha yang semakin membaik, terlebih program vaksinasi berjalan dengan masif, seperti terlihat di sentra perekonomian semisal di Pasar Tanah Abang. Saya kira juga akan dilaksanakan di berbagai tempat sejenis, sehingga akan membangun kepercayaan masyarakat bahwa pandemi ini sudah mulai terkendali dan membangun keyakinan akan konsumsi, dan jika konsumsi mulai membaik, disinilah kegiatan usaha akan pulih dan bahkan meningkat,” ujar Lana.
Jika melihat kondisi simpanan yang masih tumbuh sekitar 10 persen di bulan Januari dan pada Desember 2020 tumbuh sekitar 11 persen year on year, hal ini menunjukkan simpanan itu masih terus meningkat.
“Kalau likuiditas ini masih cukup banyak di perbankan, maka mau tidak mau tren penurunan suku bunga pasar itu masih berlanjut. Di sini LPS akan melihat bagaimana penurunan suku bunga pada bulan Februari akan direspon oleh pasar. Kalau memang dimungkinkan turun, nanti akan ada ruang untuk turun,” imbuh Lana.
Jika permintaan kredit mulai membaik, lanjutnya, ini dapat mendorong bank untuk menurunkan suku bunga kredit. Secara historis jika melihat PDB, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 55 persen. “Dulu sebelum pandemi, masyarakat kita itu konsumtif, dan itu benar adanya jika melihat kontribusi dari konsumsi rumah tangga itu, jadi kekuatan ekonomi kita itu sebetulnya di konsumsi rumah tangga. Oleh karenanya ke depan sinergi kebijakan itu ialah bagaimana mendongkrak konsumsi rumah tangga tersebut,” pungkas Lana Soelistianingsih. (*)