UU PPSK dan Tantangan KSSK

UU PPSK dan Tantangan KSSK

Oleh Fathan Subchi, Wakil Ketua Komisi XI DPR

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) sudah diputuskan menjadi UU pada hari ini, 15 Desember 2022. Dalam naskah terakhir yang dijadikan UU PPSK terdapat perubahan dari draft RUU P2SK tertanggal 20 September 2022 sebelumnya. Salah satunya adalah cara Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) dalam melakukan pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Penanganan krisis ini menjadi satu poin penting mengingat risiko terjadinya krisis saat ini dan ke depan makin tinggi.

Pengalaman mengatasi krisis dengan menyelamatkan bank yang gagal telah meninggalkan trauma sehingga kalau tidak ada payung hukum yang jelas dikhawatirkan akan membuat ragu-ragu otoritas untuk membuat keputusan di saat krisis.

KSSK terdiri dari Menteri Keuangan sebagai koordinator merangkap anggota, yang beranggotakan Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Wewenang KSSK telah berubah dari UU eksisting yaitu UU Nomor 9 Tahun 2016 yang memiliki 11 kewenangan menjadi 9 kewenangan sebagaimana pasal 6 di UU P2SK.
Kedudukan BI, OJK, dan LPS masih independen sesuai harapan banyak masyarakat, dan melarang anggota partai politik menjadi Gubernur atau Deputi Gubernur maupun Dewan Komisioner. Namun ada pengembangan, dimana tugas LPS diperluas menangani bidang perasuransian termasuk melaksanakan penjaminan polis. Begitu OJK yang ada penambahan kursi Kepala Eksekutif yang mengawasi inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital, dan aset kripto.

Tugas KSSK makin ketat. Bukan hanya menangani krisis sistem keuangan, tapi KSSK juga akan menangani permasalahan lembaga jasa keuangan yang sistemik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan yang normal maupun dalam kondisi krisis.

Di Pasal 5 dijelaskan, KSSK bertugas melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, melakukan penanganan krisis sistem keuangan, dan melakukan koordinasi penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem keuangan. Yang paling penting adalah KSSK ditugaskan menangani bank dan perusahaan asuransi yang mengalami permasalahan sistemik. Mulai stabilitas sistem keuangan dalam kondisi normal maupun krisis sistem keuangan. Di UU P2SK, tidak disebutkan istilah bank gagal atau bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya, dan diganti menjadi ‘bank dalam resolusi’. Hal yang sama juga berlaku untuk perusahaan asuransi.

Sesuai aspirasi publik bahwa anggota KSSK seperti OJK, BI, dan LPS, tetap memiliki independensi. Makanya pemerintah dan DPR sepakat dengan larangan bagi calon anggota dewan gubenur BI, komisioner OJK, dan Dewan Komisioner LPS sebagai pengurus dan atau anggota partai politik. Dengan kata lain, UU PPSK sangat mendukung seluruh upaya yang ditunjukkan untuk meningkatkan kemampuan pencegahan permasalahan di sektor bank dan keuangan serta memastikan upaya pencegahan tersebut bersifat mitigatif dan menghindari moral hazard.

Dengan indepedensi anggotanya maka KSSK diharapkan mampu mengambil keputusan yang terbaik dalam menangani krisis dan intervensi. Sebab, penanganan dan penyelesaian krisis keuangan yang berhasil harus dilakukan secara independen dan terbebas dari conflict of interest dari pihak-pihak tertentu. Dengan keputusan yang diambil secara independent, maka langkah koordinasi yang ditetapkan untuk mencegah krisis sistem keuangan adalah keputusan yang terbaik untuk direkomendasikan kepada presiden guna memutuskan langkah penanganannya, termasuk rekomendasi dalam penyelenggaraan dan pengakhiran program restrukturisasi perbankan.

Yang perlu dicermati adalah pengambilan keputusan KSSK dilakukan dalam rapat KSSK secara musyawarah untuk mufakat dimana semua anggota KSSK memiliki hak suara yang sama. Sebab, dalam hal pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dan apabila hasilnya berimbang maka Menteri Keuangan sebagai koordinator KSSK memiliki hak veto untuk mengambil keputusan atas nama KSSK.

Sementara, Menteri Keuangan adalah bagian dari pemerintah yang penunjukkannya berbeda dengan pemiliki Gubernur BI atau Ketua Dewan Komioner OJK dan LPS yang dilakukan secara fit and proper. Perlu diketahui bahwa UU P2SK yang akan menguatkan kewenangan dan tata kelola kelembagaan sektor keuangan akan berlaku bukan satu atau dua periode pemerintahan.

Tentu kita percaya dengan kapasitas Menteri Keuangan seperti Sri Mulyani dalam memimpin dan mengkoordinasikan penanganan krisis keuangan. Namun UU P2SK ini akan berlaku lama dan seperti sering dikatakan para ekonom bahwa interval krisis keuangan akan makin rapat. Kalau pencegahan dan penanganan krisis cenderung ditentukan oleh Menteri Keuangan, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kalau Menteri Keuangannya tidak sehebat Sri Mulyani?

Related Posts

News Update

Top News