Poin Penting
- ULN Indonesia turun menjadi USD424,4 miliar pada kuartal III 2025, menurun dari USD432,3 miliar pada kuartal sebelumnya dan terkontraksi 0,6 persen yoy.
- ULN pemerintah dan swasta sama-sama melambat, dengan pertumbuhan ULN pemerintah turun menjadi 2,9 persen yoy dan ULN swasta melanjutkan kontraksi hingga 1,9 persen yoy.
- Struktur ULN tetap sehat, tercermin dari rasio ULN terhadap PDB yang turun ke 29,5 persen dan dominasi utang jangka panjang.
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia menurun. Pada kuartal III 2025, posisi ULN Indonesia tercatat sebesar USD424,4 miliar atau setara Rp7.100 triliun (asumsi kurs Rp16.730/USD).
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan angka tersebut menurun dibandingkan dengan posisi ULN pada kuartal II 2025 yang sebesar USD432,3 miliar atau Rp7.232 triliun
Secara tahunan, ULN Indonesia terkontraksi 0,6 persen year on year (yoy) pada kuartal III 2025, menurun dibandingkan kuartal II 2025 yang tumbuh sebesar 6,4 persen yoy.
“Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan ULN sektor publik dan kontraksi pada ULN sektor swasta,” ujar Denny dalam keterangan resmi, Senin, 17 November 2025.
Sementara, ULN pemerintah tumbuh melambat. Posisi ULN pemerintah pada kuartal III 2025 tercatat sebesar USD210,1 miliar atau tumbuh 2,9 persen yoy, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan 10,0 persen yoy pada kuartal II 2025.
Denny menyebutkan, perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ULN dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel, serta pemanfaatannya terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan program-program prioritas yang mendorong keberlanjutan dan penguatan perekonomian nasional.
Baca juga: Warisan Utang 8 Presiden RI: Dari Soekarno hingga Prabowo
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial 23,1 persen dari total ULN pemerintah, administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 20,7 persen, jasa pendidikan 17,0 persen, konstruksi 10,7 persen, transportasi dan pergudangan 8,2 persen, serta jasa keuangan dan asuransi 7,5 persen.
“Posisi ULN pemerintah tersebut didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah,” tambahnya.
Selain itu, ULN swasta menurun. Posisi ULN swasta tercatat sebesar USD191,3 miliar pada kuartal III 2025, lebih rendah dibandingkan dengan posisi pada kuartal II 2025 sebesar USD193,9 miliar.
Secara tahunan, ULN swasta melanjutkan kontraksi pertumbuhan dari kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 0,2 persen yoy menjadi sebesar 1,9 persen yoy.
Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh ULN lembaga keuangan (financial corporations)yang terkontraksi sebesar 3,0 persen yoy dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang terkontraksi sebesar 1,7 persen yoy.
Sementara berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan & penggalian, dengan pangsa mencapai sekitar 81 persen terhadap total ULN swasta.
Baca juga: Menkeu Purbaya Janji Kurangi Utang: Tidak Boleh Ada Kebocoran!
Denny mengatakan, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 29,5 persen pada kuartal III 2025, dari 30,4 persen pada kuartal II 2025, serta dominasi ULN jangka panjang dengan pangsa 86,1 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” tandasnya. (*)
Editor: Galih Pratama









