Jakarta – Di tengah ketidakpastian yang terjadi secara global di sepanjang 2022, kinerja fund unitlink Allianz turut terdampak baik pada fund onshore maupun offshore. Berbagai penyesuaian pada pengelolaan fund dilakukan di kuartal tiga dan empat 2022, sejalan dengan kondisi ekonomi yang terjadi.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal IV-2022, Allianz Indonesia membukukan total dana kelolaan sebesar Rp42,1 triliun (termasuk Dana Pensiun Lembaga Keuangan/DPLK Allianz), atau turun sebesar 4,6% dibandingkan tahun sebelumnya, sebagai imbas dari sentimen negatif kondisi perekonomian global.
“Walaupun demikian, kami senantiasa mengelola dana dengan prinsip kehati-hatian, menerapkan strategi sesuai dengan mandat masing-masing fund dan melakukan monitoring berkala terhadap kinerja fund, serta melakukan penyesuaian jika diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar,” ujar Chief Investment Officer Allianz Life Indonesia, Ni Made Daryanti dikutip 9 Maret 2023.
Menurutnya, selama tahun 2022, Allianz Indonesia mengelola aset di 33 jenis fund. Beberapa fund yang paling banyak dipilih oleh nasabah sepanjang 2022, adalah Smartlink Equity Fund dengan dana kelolaan Rp9,2 triliun, Smartlink Balanced Fund dengan dana kelolaan Rp1,8 triliun dan Smartlink Fixed Income Fund dengan dana kelolaan sebesar Rp1,6 triliun.
Allianz Indonesia tetap optimis menghadapi tahun 2023 meski ada ancaman resesi yang terjadi secara global. Ni Made Daryanti mengungkapkan, bahwa di semester pertama 2023 masih terdampak dari pengetatan kebijakan moneter secara global yang cukup agresif sepanjang 2022, meski potensi kenaikan suku bunga global tidak lagi seagresif tahun lalu, sehingga dapat memberikan harapan pada kondisi ekonomi ke depannya.
Optimisme pada ekonomi Indonesia berbasis dari fundamental ekonomi Indonesia yang cukup solid. Berdasarkan APBN 2023, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 dapat tumbuh hingga 5,3%. Untuk nilai tukar, ditargetkan berada pada kisaran Rp14.800 per dolar AS dan inflasi 3,6%.
Proyeksi tersebut dinilai cukup realistis dengan mempertimbangkan pemulihan ekonomi yang dalam jangka menengah hingga panjang masih akan bergantung pada arah inflasi global, harga komoditas, dan efektivitas kebijakan moneter serta fiskal pemerintah.
Berbeda dengan pemerintah, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan dari 5,3% menjadi 5%. Hal ini disebabkan oleh beberapa tantangan yang akan dihadapi, seperti harga komoditas yang lebih rendah, perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan akan mempengaruhi investasi, serta berkurangnya investasi pada sektor manufaktur karena biaya pinjaman yang lebih tinggi.
Di sisi lain, hingga saat ini separuh dari ekonomi Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Sehingga, dengan pulihnya aktifitas masyarakat setelah pandemi, ditambah memasuki tahun persiapan 3 pemilihan umum (pemilu) 2024 (pilpres, parlemen, dan pilkada) akan terjadi secara bersamaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tetap solid dan mampu mencegah penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lanjut.
Dalam mengelola fund dan menghadapi tantangan yang mengikuti kondisi pasar, Allianz Indonesia menerapkan strategi dinamis dengan memperhatikan kondisi makro dan mikro ekonomi, serta pasar modal domestik maupun global.
“Dengan dinamisnya kondisi di pasar lokal maupun global, kami selalu menghimbau nasabah untuk melakukan tinjau ulang polis secara rutin. Tujuannya adalah untuk melihat kembali tujuan, jangka waktu, serta toleransi risiko atas investasi yang terdapat pada polis asuransi jiwa yang dimiliki nasabah. Pilihan investasi sesuai profil risiko, jangka waktu dan alokasi asset yang tepat akan dapat membantu untuk memaksimalkan imbal hasil yang dapat dihasilkan oleh instrument investasi yang dipilih,” ucap Ni Made. (*)