Turn Around di Tengah Kelesuan

Turn Around di Tengah Kelesuan

Kalangan bankir syariah masih bekerja keras membereskan pembiayaan yang kualitasnya memerah. Bagaimana prospek kinerja perbankan syariah tahun ini dan seperti apa hasil kajian “Rating Keuangan Syariah Versi Infobank 2016”? Bank syariah mana yang rapornya merah menyala? Karnoto Mohamad

Jakarta – Para direksi baru bank-bank syariah masih tegang. Sebab, mereka yang baru memimpin bank syariah dua tahun terakhir harus membuktikan kemampuannya untuk membereskan aset-aset produktif bank syariah yang menurun kualitasnya. Restrukturisasi yang mereka lakukan harus cepat dan memperlihatkan tanda-tanda akan berhasil. Jika tidak, perusahaan bisa kehabisan energi, karyawan kehilangan movitasi, dan citra (image) bank syariah menurun sehingga upaya melakukan turn around menjadi lebih berat. Dan, secara profesional, tingkat kepercayaan pemegang saham terhadap para direksi baru tersebut bisa menurun, apalagi jika industrinya tumbuh lebih baik.

Itu adalah konsekuensi yang harus dihadapi bankir-bankir yang dua tahun terakhir dipercaya memimpin bank yang kondisinya sedang menurun, baik bank syariah maupun bank konvensional. Upaya menekan rasio non performing financing (NPF) dengan melempar pembiayaan baru pun jelas tidak mudah. Sebab, kondisi pasar masih melemah, risiko pembiayaan meningkat, dan secara industri perbankan kinerjanya masih melambat. Terbukti, financing deposit ratio (FDR) perbankan syariah pun mengendur, dari biasanya di atas 100% menjadi 97,07% per Mei 2016.

Biro Riset Infobank (birI) mencatat, kinerja separuh bank syariah menurun tiga tahun terakhir. Sebagian besar direksinya pun sudah dirombak. Sebut saja Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Muamalat, dua bank yang menjadi lokomotif industri perbankan syariah. Karena kinerjanya yang memerah, pemegang saham kedua BUS itu pun membongkar jajaran direksinya yang kebetulan kontrak kerjanya juga sudah selesai dua tahun lalu.

Agus Sudiarto dipercaya memimpin BSM menggantikan Yuslam Fauzi. Sementara, kursi Direktur Utama Bank Muamalat dipercayakan kepada Endy P.R. Abdurrahman yang menggantikan Arviyan Arifin. Tahun ini menjadi pertaruhan keberhasilan Agus Sudiarto di BSM maupun Endy di Muamalat untuk melakukan turn around bank yang dipimpinnya. Hingga akhir tahun lalu, NPF BSM dan Bank Muamalat masih tinggi, masing-masing sebesar 6,06% dan 7,11%.

BSM dan Bank Muamalat sendiri menjadi motor pertumbuhan maupun perlambatan di industri karena menguasai pangsa pasar (market share) sebesar 43% dari aset perbankan syariah atau 60% dari aset bank umum syariah (BUS). Begitu kualitas pembiayaan kedua BUS tersebut oleng, NPF industri perbankan syariah pun terkerek naik.

Biro Riset Infobank mencatat, secara industri NPF perbankan syariah per Mei 2016 terlihat masih aman-aman saja karena hanya 3,97% atau di bawah ketentuan maksimal yang sebesar 5%. Namun, tren NPF yang terus naik tiga tahun terakhir patut diwaspadai. Apalagi, banyak bank syariah yang NPF-nya merah menyala di atas 5%, seperti NPF Bank Maybank Syariah yang mencapai 35,15%.

Menurut data Biro Riset Infobank per 2015, ada dua BUS lain yang NPF-nya di atas 5%. Sedangkan, dari 22 unit usaha syariah (UUS) milik bank konvensional, ada tujuh bank yang NPF-nya melampaui batas maksimal yang digariskan regulator. Bank mana saja yang NPF-nya masuk jalur waspada? Ditengah perlambatan bisnis keuangan syariah,  masih terdapat sejumlah perusahaan baik bank, asuransi, dan multifinance syariah yang mampu tumbuh positif dan mencetak kinerja sangat bagus. Simak ulasannya dalam Majalah Infobank edisi “The Best Sharia Finance Institution 2016” yang terbit Agustus 2016. (*)

Related Posts

News Update

Top News