Kusumaningtuti menyebutkan, dalam periode 5 tahun pertama berdirinya OJK yaitu tahun 2013–2017, OJK telah membangun Layanan Konsumen yang dapat diakses melalui telepon 1-500655 atau mobile -apps SIKAPIUANGMU guna melayani pertanyaan dan menerima informasi dari masyarakat. Untuk penanganan pengaduan, OJK melakukan proses klarifikasi dan verifikasi. Lembaga jasa keuangan juga telah diwajibkan memiliki unit atau fungsi penanganan pengaduan (internal dispute resolution) sehingga terdapat kejelasan saluran komunikasi dan kepastian penanganan pengaduan sesuai standar waktu dan mekanisme yang telah diatur oleh OJK.
Sementara itu, rektor Universitas Paramadina, Firmanzah menilai perlindungan konsumen penting untuk industri keuangan, karena ini berkaitan trust atau kepercayaan. “Jika ada kasus yang menciderai kepentingan konsumen, itu bisa membahayakan sistem. Perlindungan konsumen penting tidak hanya bagi regulator namun juga bagi pelaku atau industri, yang seharusnya memiliki semangat yang sama dengan regulator,” katanya di Jakarta, Senin, 5 Juni 2017.
Regulator dan industri jasa keuangan perlu bekerja sama memberikan literasi keuangan terhadap masyarakat agar memiliki pengetahuan yang cukup ketika menggunakan lembaga jasa keuangan. “Bila ada fraud (kecurangan/kejahatan/investasi bodong/pembobolan data), maka perlu usaha bersama memberikan literasi dan pemahaman ke masyarakat termasuk bagaimana risikonya. Literasi ini penting khususnya untuk masyarakat menengah, maupun menengah kebawah,” ujar Firmanzah.
Ia memberi contoh akan kurangnya pemahaman masyarakat melalui kasus Kanjeng Dimas Taat Pribadi. “Itukan korbannya umumnya masyarakat menengah ke bawah meskipun ada beberapa golongan atas,” katanya.
Beberapa segmen masyarakat yang perlu menjadi perhatian dan sasaran dari literasi keuangan, lanjutnya, seperti petani, nelayan, Tenaga Kerja Indonesia atau TKI, serta buruh. Firmanzah melihat tingkat literasi keuangan pada 2016 yang tercatat 29,6 prsen dengan inklusi keuangan mencapai 67,8 persen, masih perlu ditingkatkan lagi dan diseimbangkan antara keduanya. ”Literasi keuangan mesti digenjot lagi agar masyarakat semakin mengerti dan memahami sampai risikonya,” tegasnya.
Selain itu ia juga melihat aspek pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa menjadi salah satu tolok ukur penting perlindungan konsumen. Menurutnya, penuntasan kasus-kasus investasi ilegal juga harus dipercepat karena sangat merugikan aspek perlindungan konsumen. Dalam hal ini peran Satgas Waspada Investasi perlu diperluas. Satgas bisa dan perlu menyisir perusahaan penyedia investasi dan perusahaan yang belum terdaftar, tidak miliki izin dan yang berisiko tinggi. Sedang bagi pelaku industri, juga harus menyadari dan memerhatikan produk keuangan yang prudent. “Prinsip prudent harus ditegakkan sesuai tidak produk yang dipasarkan, pelaku juga harus sadar jangan memasarkan produk yang berbahaya/atau memiliki potensi fraud,” tandasnya. (*)