Poin Penting
- TPAKD berperan strategis meningkatkan indeks literasi keuangan menjadi 66,4 persen dan inklusi keuangan mencapai 80,51 persen
- OJK dan Kemenko Perekonomian tengah melakukan studi keterkaitan literasi dan inklusi keuangan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat
- OJK aktif memberikan edukasi keuangan langsung ke pasar-pasar daerah untuk menjauhkan masyarakat dari praktik rentenir melalui akses pembiayaan legal
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) menjadi salah satu faktor pendorong strategis indeks literasi dan inklusi keuangan di daerah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan bahwa melalui TPAKD tersebut berhasil meningkatkan indeks tingkat literasi dan inklusi keuangan.
“Yaitu 66,4 persen untuk indeks literasi dan juga indeks inklusinya sudah mencapai 80,51 persen dan juga inklusi sesuai Dewan Nasional Keuangan Inklusi parameternya sudah mencapai 92,74 persen,” ucap Kiki sapaan akrabnya dalam Rakornas TPAKD di Jakarta, 10 Oktober 2025.
Baca juga: OJK Jangkau 206 Juta Warga Lewat Program Literasi Keuangan 2025
Lebih lanjut, Kiki menjelaskan bahwa OJK bersama dengan Kementerian Bidang Perekonomian (Kemenko) RI saat ini sedang melakukan studi untuk hubungan antara tingkat literasi dan inklusi dengan tingkat kesejahteraan.
Studi tersebut juga digunakan untuk memperoleh penilaian dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).
Baca juga: Begini Cara OJK Dorong Literasi Keuangan dan Kepercayaan Investor Pasar Modal
“Jadi ini adalah suatu cara yang sangat baik ya efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah bapak ibu semua. TPAKD telah menjadi penggerak motor ekonomi keuangan di daerah. Salah satunya adalah yang tadi bapak ibu lihat di video adalah kredit pembiayaan melawan rentenir,” imbuhnya.
Adapun, dalam rangka menjauhkan masyarakat dari rentenir tersebut OJK rutin melakukan perjalanan ke pasar-pasar dari daerah ke daerah untuk memberikan literasi keuangan agar masyarakat tidak terjerat sebagai korban rentenir. (*)
Editor: Galih Pratama









