Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan posisi kewajiban pemerintah mencapai Rp10.269 triliun di akhir 2024. Angka itu termasuk utang jangka pendek dan panjang pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86 Tahun 2008 Tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, kewajiban merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi.
Sri Mulyani juga membeberkan, total aset negara hingga akhir 2024 mencapai Rp13.692,4 triliun dan ekuitas senilai Rp3.423,4 triliun.
“Neraca pemerintah per 31 Desember 2024 mencerminkan posisi keuangan yang solid, dengan total aset mencapai Rp13.692,4 triliun, kewajiban Rp10.269,0 triliun, dan ekuitas Rp3.423,4 triliun,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, dikutip, Jumat 4 Juli 2025.
Baca juga: Survei Sebut Lebih dari Separuh Orang Indonesia Sekarang Hidup dari Utang
Sri Mulyani menyatakan, posisi tersebut menggambarkan kekayaan bersih negara dan kapasitas fiskal yang dapat diandalkan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Dari sisi operasional, pendapatan yang dihimpun sepanjang 2024 tercatat Rp3.115,3 triliun, lebih rendah dari beban operasional sebesar Rp3.353,6 triliun. Dengan demikian, terdapat defisit sebesar Rp238,3 triliun.
Di sisi lain, kegiatan non-operasional mencatatkan surplus Rp22,7 triliun, sehingga defisit operasional secara keseluruhan tercatat Rp215,7 triliun.
Baca juga: Sri Mulyani Proyeksi Penerimaan Pajak Meleset Rp112,4 T dari Target APBN 2025
Sri Mulyani juga menyampaikan, posisi Saldo Anggaran Lebih (SAL) berada pada angka Rp459,5 triliun di 2024. Setelah dimanfaatkan untuk mendukung pembiayaan APBN, dan memperhitungkan SiLPA serta penyesuaian lainnya, Saldo Akhir Tahun tercatat sebesar Rp457,5 triliun.
“Saldo ini tetap berada pada level yang memadai dan berfungsi sebagai penyangga fiskal dalam menghadapi berbagai risiko dan ketidakpastian ke depan,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama