Jakarta– Penolakan atas hasil Rapat Umum Pemegang Saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) tanggal 26 Juni 2019 terus mengalir. Bahkan, beberapa investor emiten pengelola kawasan industri tersebut melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena penyelenggaraan dan keputusan terkait agenda pergantian pengurus telah dibuat secara melawan hukum sebagaimana diusulkan oleh PT Imakotama dan IDB berpotensi menimbulkan kerugian terhadap KIJA.
Berdasarkan keterbukaan manajemen KIJA pada laman Bursa Efek Indonesia tanggal 22 Juli 2019 disebutkan bahwa beberapa investor dari KIJA melalui kuasa hukumnya Kantor Hukum Julius Rizaldi & Partners telah mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 19 Juli 2019.
“Dengan telah didaftarkannya gugatan tersebut, maka keputusan agenda ke lima (pergantian pengurus) RUPST KIJA belum berlaku efektif sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan tetap,” tulis keterbukaan tersebut.
Lebih jauh, dari informasi yang diperoleh diketahui bahwa dasar diajukannya gugatan tersebut, antara lain adalah adanya dugaan bahwa penggunaan kewenangan yang tidak sah. Kedua, perbuatan melawan hukum dengan tidak diperolehnya rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi KIJA untuk pengangkatan Sugiharto sebagai Direktur Utama KIJA. Bahkan, adanya potensi gagal bayar notes senilai USD300 juta terkait dengan adanya potensi change of control dalam pelaksanaan RUPST KIJA, sehingga harus membeli kembali notes itu dengan nilai 101% dari nilai pokok serta bunga. Lebih jauh, adanya keberatan dari pihak ketiga terkait perubahan susunan direksi/dewan komisaris KIJA.
Terkait dengan perolehan rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi, Pasal 7 POJK No. 33/POJK.04/2014 dan Pasal 8 huruf a POJK No. 34/POJK.04/2014, rekomendasi pergantian direksi dan komisaris adalah suatu keharusan dan bagian dari proses yang harus ditempuh sebagai pemenuhan kedua peraturan tersebut di atas. Sayangnya, dalam RUPST tersebut hal itu tidak diperoleh.
Lebih lanjut, pemenuhan atas kedua peraturan tersebut adalah bagian dari pemenuhan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) oleh suatu perusahaan terbuka sebagaimana di atur dalam peraturan-peraturan di atas. Tidak diperolehnya rekomendasi dimaksud sebelum dimintakan persetujuan dari RUPS merupakan suatu pelanggaran atas kedua peraturan OJK itu.
Sebelumnya, KIJA juga menerima surat keberatan pergantian pengurus dan pengendali dari tiga rekanannya. Tiga rekanan telah melayangkan keberatan atas terjadinya pengantian susunan manajemen dan pengendali KIJA.
PT Praja Vita Mulia selaku kontraktor KIJA merasa sangat dirugikan dengan adanya dampak perubahan pengendalian maupun perubahan manajemen, karena KIJA berpotensi gagal bayar utang senilai USD300juta.
“Kami selaku kontraktor yang berkepentimgan atas kesinambungan dan kestabilan usaha KIJA dan anak anak usahanya sangat di rugikan dengan adaya potensi perubahan pengendali maupun pimpinan KIJA,” tulis Direktur PT Praja Vita Mulia, Prana Widjaja.
Hal senada disampaikan PT Bhineka Cipta Karya, selaku kontraktor PT Grahabuana Cikarang selaku anak usaha KIJA. “Kami menolak dengan tegas terjadinya perubahan pengendali dan manajemen KIJA karena akan berpotensi gagal bayar Notes USD300 Juta sehingga berdampak pada progress pembayaran kepada kami,” tulis Direktur PT Bhineka Cipta Karya, Suratman.
Setali tiga uang, Direktur Graha Kreasindo Utama, Johan Jauhari selaku kontraktor KIJA pada proyek kawasan Industri Morotai merasa bingung dan resah dengan adanya pemberitaan pergantian pimpinan KIJA yang berdampak akan gagalnya pembayaran pada proyek yang sedang dikerjakan. (*)