Tangerang–Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di 2016 diperkirakan akan berbalik menuju tren bullish, jika tiga sentimen utama dari dalam negeri mampu terealisasi dan sesuai dengan harapan market.
Analis Mandiri Sekuritas, Leo Putra Rinaldy mengungkapkan, bahwa aksi wait and see pada pelaku pasar modal yang membatasi pola penguatan indeks masih dipengaruhi oleh tiga sentimen domestik yang belum memiliki kepastian.
“Ketiga unsur ini masih menjadi perhatian utama dari market yang selama tahun ini bergerak dalam tren melemah. Kalau tiga aspek ini sudah dilakukan dan direalisasikan, pasar akan kembali bullish,” ujar Leo, di Tangerang, Sabtu, 28 Mei 2016.
Tiga sentimen domestik tersebut, yakni, pertama yang menjadi perhatian para pelaku pasar terkait dengan revisi UU APBN 2016 yang diperkirakan akan memangkas sejumlah target belanja, asumsi makroekonomi maupun penerimaan perpajakan.
“Selain revisi anggaran, ada juga sentimen yang terkait dengan penetapan kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak). Market akan melihat revisi APBN seperti apa. Apakah target revenue diturunkan ke target yang realistis,” tukasnya.
Sentimen kedua, yaitu yang menjadi perhatian para pelaku pasar terkait dengan langkah pemerintah dan DPR untuk mengundankan RUU Pengampunan Pajak. “Tax amnesty akan menyelamatkan pendapatan negara dan mengurangi beban pemerintah,” ucapnya.
Saat ini pihaknya memandang bahwa peluang untuk mengimplementasikan kebijakan Pengampunan Pajak sudah mulai terbuka. “Pada Juni-Agustus merupakan periode paling critical buat market. Kalau Juni tax amnesty diloloskan, maka revenue bisa teramankan,” paparnya.
Selanjutnya, yang ketiga, sentimen yang akan mendorong penguatan IHSG akan dipengaruhi wacana penetapan status layak investasi (investment grade) dari Standard & Poor’s kepada Indonesia. “Faktor S&P yang akan memberikan rating, seharusnya memberikan dampak positif terhadap market,” katanya.
Selain ketiga sentimen domestik tersebut, faktor eksternal yang akan mempengaruhi pasar ada pada perubahan struktur kebijakan ekonomi China dan Amerika Serikat, terutama wacana Federal Reserve untuk menaikkan tingkat suku bunga yang akan mempengaruhi nilai tukar Rupiah. (*)
Editor: Paulus Yoga