Mandeknya pergerakan ekonomi daerah berkontribusi pada meningkatnya angka kemiskinan. Daerah mana saja yang terindikasi rawan kemiskinan? Apriyani Kurniasih.
Jakarta–Perlambatan ekonomi yang terjadi sejak tahun lalu telah membuat jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat. Iklim bisnis yang makin tidak kondusif yang berimbas pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja, dan anjloknya harga komoditas menjadi sekian dari banyak faktor yang memicu meningkatnya jumlah kemiskinan.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduuk miskin per Maret 2015 mencapai 25,59 juta jiwa, meningkat 0,86% jika dibandingkan dengak posisi triwulan ketiga 2014. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 naik 8,29% menjadi 10,65 juta jiwa. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik 14,21% menjadi 17,94 juta jiwa.
Selain PHK, mandeknya ekonomi daerah menjadi salah satu penyumbang naiknya angka kemiskinan. Anjloknya harga komoditas misalnya, berimbas signifikan bagi sejumlah daerah yang sangat mengandalkan hasil komoditas sebagai peggerak ekonominya. Imbas dari penurunan harga komoditas ini bahkan menyebabkan daerah-daerah ini mengalami kontraksi cukup dalam.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), ada sejumlah daerah yang ekonominya merosot akibat terimbas gejolak ekonomi, diantaranya Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera, perkembangan hasil perkebunan masih terkendala ekspor sehingga tak mampu memulihkan perekonomian di daearah ini. Begitu juga dengan Kalimantan yang terserok terimbas menurunnya perkembangan batu bara. Daerah yang ekonominya juga mengalami kontraksi adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kawasan ini terimbas kinerja pertambangan dan pertanian.
Inflasi menjadi momok yang kini juga harus dihadapi masyarakat ditengah tekanan menurunnya pendapatan. Hal ini mengakibat daya beli masyarakat terus menurun. BI mencatat, tingginya inflasi dialami oleh sebagian daerah di Sumatera dan Kalimantan yang dipicu oleh kenaikan harga pangan seperti sayuran, daging, ayam dan ikan. Empat daeah dengan inflasi tertinnggi menurut BI adalah Sumatera, KTI, Kalimantan dan Jawa.
Kendala lainnya yang juga harus dihadapi masyarakat di daerah adalah kerawanan pangan dan benacana kabut asap. Kerawanan pangan sejatinya sudah mulai dialami di sejumlah daerah terutama bagian timur Indonesia. Sementara bencana kabut asap telah membekukan aktifitas ekonomi di daerah.
Untuk menekan inflasi, angka kemiskinan dan maraknya pengangguran, sejumlah kebijakan diterbitkan pemerintah. Maka terbitlah paket-paket kebijakan mendorong perekonomian. Sementara untuk mengatasi kerawanan pangan, pemerintah menggerakkan masyarakat untuk kembali menanamkan budaya bercocok tanam.
Dinamika ekonomi global yang masih diwarnai oleh tingginya ketidakpastian membuat pemulihan ekonomi tak kunjung bergerak cepat. Bank Dunia memproyeksikan bahwa Indonesia masih akan mengalami tekanan ekonomi. Lembaga internasional ini pun menurunkan proyeksi ekonomi Indonesia menjadi 5,3% pada 2016 mendatang. Proyeksi ini relatif lebih pesimis dibandingkan asumsi yang ditetapkan pemerintah yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 5,2% hingga 5,6% pada 2016.