Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO), Robby Bun menjelaskan sejumlah alasan yang menyebabkan harga aset kripto menjadi sulit diprediksi.
Aset kripto memang merupakan salah satu instrumen investasi yang volatil. Pergerakannya bisa berubah dari hitungan hari, bahkan jam.
Robby mengatakan, saat ini ada 6 faktor yang menyebabkan fenomena harga kripto yang sulit ditebak, yaitu bitcoin halving, persetujuan ETF spot bitcoin, turunnya suku bunga oleh Federal Reserve System (The Fed), pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Amerika Serikat (AS), keikutsertaan perusahaan teknologi besar dalam ekosistem aset kripto, dan pemanfaatan artificial intelligence (AI).
Untuk poin pertama, halving atau halvening merupakan pengurangan terencana dalam imbalan yang diterima oleh penambang koin kripto. Siklus ini disebut berlangsung tiap 4 tahun sekali. Ini menjadi momen, yang menurut Robby, banyak ditunggu para penambang kripto.
Baca juga: Simak! OJK Terbitkan Aturan Baru untuk Fintech dan Kripto
“Siklus dalam aset kripto ini cukup singkat, per 4 tahun. Setiap 4 tahun, orang-orang akan menikmati gejolak aset kripto. Momen naiknya cepat, dan momen turunnya juga cepat. Siklus 4 tahun ini harus bisa dipahami dengan baik,” terang Robby dalam webinar OJK Institute bertemakan “Peluang dan Tantangan Aset Digital di Indonesia”, Kamis, 14 Maret 2024.
Alasan berikutnya terjadi baru-baru ini. Robby mengungkapkan kalau United States Securities and Exchange Commission (SEC) atau Komisi Sekuritas dan Bursa AS sudah menyetujui aset kripto sebagai pembayaran sah, melalui exchange-traded fund (ETF). Ini juga bisa melambungkan harga aset kripto.
“Faktor ini sangat-sangat membuat potensi besar bagi aset kripto untuk menuju posisi yang lebih baik dan penyerapan yang lebih luas,” lanjut Robby.
Penurunan suku bunga oleh The Fed, yang merupakan bank sentral AS, juga diprediksi akan membuat aset kripto banyak diminati investor. Menurut Robby, The Fed akan menurunkan suku bunga sampai dengan 3 kali pada 2024.
Selain itu, Robby juga membeberkan fenomena unik yang terjadi kala Pilpres di AS, yakni halving. Kejadian ini sudah berlangsung pada pilpres 2012, 2016, dan 2020, dan sudah diprediksi akan terjadi lagi pada 2024. Dengan demikian, Pilpres di Negeri Paman Sam ini dianggap memengaruhi harga kripto, berbuntut kepada siklus 4 tahunan ini.
Baca juga: Investor Aset Kripto di Indonesia Melejit, Ini Buktinya!
Di samping itu, keikutsertaan perusahaan teknologi global seperti Google, Amazon, hingga Alibaba juga berpotensi memengaruhi aset kripto. Perusahaan yang disebutkan di atas terlibat dalam ekosistem aset kripto, seperti meluncurkan alat tambang untuk kripto, menyediakan metode pembayaran memakai kripto, hingga meluncurkan koin kriptonya sendiri.
“Ini juga yang mendongkrak aset kripto kembali all time high sebelum masa halving terjadi,” ungkap Robby.
Faktor terakhir adalah pemanfaatan AI. Menurut Robby, teknik-teknik seperti machine learning dan algoritma prediktif, Al dapat membuat perkiraan harga kripto berdasarkan pola-pola yang teridentifikasi dalam data historis dan variabel pasar saat ini. (*) Mohammad Adrianto Sukarso