Bandung – Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) ingin pelaku fintech P2P lending, disebut dengan nama pinjaman daring (pindar). Salah satu alasannya adalah keinginan untuk tidak diasosiasikan dengan pinjaman online (pinjol) yang dikenal punya stigma buruk.
Sayangnya, menurut Kuseryansyah, Ketua Bidang Humas AFPI, mayoritas masyarakat di Indonesia lebih mengenal istilah pinjol dibandingkan dengan pindar. Padahal, industri pindar memiliki regulasi yang lebih ketat dibandingkan dengan pinjol.
Kuseryansyah mengatakan, kalau penyebutan istilah fintech P2P lending menjadi pindar adalah bentuk perbaikan citra industri. Pihaknya ingin lebih dikenal sebagai pelaku keuangan yang membawa banyak manfaat untuk masyarakat.
“Kami ingin dipandang sebagai sesuatu yang lebih fair, tentang apa apa yang sudah dilakukan oleh industri ini bagi masyarakat, baik untuk personal maupun bagi UMKM di Indonesia,” terangnya dalam acara AFPI Journalist Workshop & Gathering pada Rabu, 22 Januari 2025.
Istilah pindar sendiri sudah mulai diperkenalkan sejak akhir 2024. Menurut Kuseryansyah, perkenalan sebutan pindar nantinya akan memasuki fase kedua sebelum pertengahan tahun, untuk menyebarkan kesadaran dan pemahaman publik soal istilah ini.
“Termasuk dalam rangka edukasi pindar, bukan pinjol. Kita ada beberapa agenda yang sudah, dan atau sedang kita lakukan terkait dengan edukasi tentang pindar ini,” imbuh Kuseryansyah.
Baca juga: OJK Akui Kehadiran Peer to Peer Lending Beri Manfaat Bagi Banyak Orang
Perbedaan Pinjol dengan Pindar
Sementara itu, Chairul Aslam, Ketua Klaster Pendanaan Produktif AFPI, menjelaskan bahwa pindar merupakan perusahaan yang diawasi ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berbeda dengan pinjol, yang bisa berlaku semena-mena tanpa mengikuti regulasi.
Sebagai contoh, pelaku pindar tidak diperkenankan mengakses hal-hal di luar kamera, mikrofon, dan lokasi, pada ponsel pemakainya. Selain itu, para penagih utang juga harus mengikuti protokol-protokol jika ingin menagih ke nasabah.
“Jadi, betul-betul pindar ini adalah sebuah lembaga keuangan yang berizin diawasi oleh pemerintah dasar keuangan. Untuk bisa mendapatkan lisensi itu prosesnya tidak main-main,” tegas Chairul.
Lebih lanjut, Tofan Saban, Ketua Klaster Pendanaan Produktif AFPI, mengungkapkan peran penting pindar terhadap kemajuan ekonomi Indonesia. Menurutnya, banyak pelaku fintech P2P lending yang menyalurkan pendanaan kepada pelaku UMKM.
Data AFPI menyebut, sejak 2017, industri ini sudah menyalurkan dana sebesar Rp978 triliun kepada 137 juta penerima dana, baik itu untuk individu maupun entitas. Adapun mayoritas penyaluran pinjaman, diarahkan ke sektor produktif.
Baca juga: Banyak Kasus Terjerat Utang Paylater, Begini Kata OJK
“Dengan meningkatnya (pinjaman) sektor produktif yang meningkat, otomatis yang lainnya akan terjadi hal-hal positif, baik dari sisi bidang pekerjaannya, penurunan kemiskinan, peningkatan ekonomi PDB pun semakin meningkat,” paparnya.
Sebagai informasi, per Oktober 2024 lalu, outstanding pinjaman industri fintech P2P lending berada di angka Rp75,02 triliun, tumbuh 29,23 persen secara year on year (yoy).
Laba bersih industri mampu melonjak 137,98 (yoy) menjadi Rp1,10 triliun, dari Rp460,78 miliar di Oktober 2023. Tingkat wanprestasi (TWP90) juga terhitung masih di angka 2,37 persen. (*) Mohammad Adrianto Sukarso