Elvyn G. Massasya: Menuju Pelabuhan Kelas Dunia

Elvyn G. Massasya: Menuju Pelabuhan Kelas Dunia

Jakarta – Elvyn G. Massasya pada April lalu ditunjuk Menteri BUMN, Rini Soemarno, menjadi Direktur Utama PT Pelindo II, menggantikan R.J. Lino. Ini cukup surprise. Selama ini pria kelahiran Medan, 18 Juni 1967, itu dikenal sebagai bankir dan profesional di jasa keuangan. Dia, misalnya, pernah sebagai Direktur PermataBank, Komisaris Bank Bali, dan Corporate Secretary BNI.

Sebelum ke Pelindo II, dia menjabat Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (dulu Jamsostek). Bahkan, Elvyn juga ebih dikenal sebagai musisi yang cukup produktif. Sejak rekaman pertama kali, duet dengan penyanyi era 1990-an, Lisa A. Riyanto, pada 2005, setidaknya Elvyn telah menelurkan 14 album. Album teranyar pada 2015 bertajuk Gemuruh Hati.

Pertanyaannya, mampukah Elvyn yang selama karier profesionalnya “berkantor di Jalan Sudirman” tiba-tiba masuk Pelabuhan Tanjung Priok, yang menurut mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, dikenal sebagai wilayah “keras” itu? Berikut penuturan Elvyn kepada Darto Wiryosukarto serta Zidni Hasan (fotografer) dari Infobank dan Engky G. Fitriaji dari InfobankTV. Petikannya:

Bagaimana Anda adaptasi di tempat yang sangat berbeda dengan tempat sebelumnya?
Persepsi semua orang begitu. Orang bekerja melihatnya bidangnya apa. Dalam konteks manajemen, pengelolaan institusi, prinsipnya adalah bagaimana mengelolanya. Apa pun bidang usaha, intinya adalah aspek manajemennya. Memang, kalau kita tahu bagaimana mengelola bidang usaha itu jadi lebih bagus.

Sepanjang karier saya di dunia keuangan, manajemen ini intinya bagaimana memberikan nilai tambah (added value), making money, making business. Di sini saya merasa pengalaman saya adalah memberikan added value. Memang di pelabuhan, saya masih belum punya banyak pengalaman lama. Namun, dengan pengalaman kerja saya, saya yakin dapat memberikan nilai tambah.

Nilai tambah apa yang ingin Anda berikan ke Pelindo II?
Pelabuhan memiliki fungsi yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi dalam hal percepatan arus barang dan bagaimana agar biaya distribusi menjadi murah. Jadi, intinya adalah bagaimana agar pelayanan yang kita berikan bisa mencapai excellent sehingga pemilik barang mau menggunakan pelabuhan kita sebagai pintu masuk. Saya mencoba melihat hal ini berdasarkan pengalaman di perusahaan saya sebelumnya. Pelindo II, pada dasarnya, spiritnya adalah jasa. Perusahaan berbasis jasa harus memiliki empat komponen.

Aspek pertama adalah kecepatan (speed). Bagaimana agar barang bisa datang, bongkar, dan didistribusikan dengan lebih cepat. Kedua, akses, baik kepada pemilik barang maupun kapal agar mudah ke pelabuhan. Ketiga, physical presence. Itu bagaimana peralatan yang kita miliki mampu dan mendukung pelayanan. Keempat, bagaimana mengelola kepuasan konsumen (friendly).

Dari apa yang saya cermati, keempat aspek itu bisa dikembangkan melalui IT (information technology). Pada dasarnya kegiatan utama pelabuhan ada dalam dua hal besar: flow of goods dan flow of document. Flow of goods adalah bagaimana barang datang dari kapal, di-unloading dan didistribusikan. Flow of document adalah bagaimana proses perizinan dokumen. Dua hal ini, dengan IT juga prosesnya bisa makin cepat.

Dengan mengembangkan empat aspek tersebut, seperti apa gambaran pengembangan pelabuhan di bawah otoritas Pelindo II ke depan?
Pengembangan pelabuhan, seperti membangun dermaga baru Kalibaru, itu penting. Dengan begitu, kapal-kapal yang lebih besar, canggih, bisa masuk ke pelabuhan. Namun, saya melihat pengembangan pelabuhan ke depan tidak harus berdiri sendiri. Dia harus terhubung (linkage) dengan transportasi, seperti kereta api dan truk, infrastruktur, dan lainnya. Akses yang mudah ini juga ada kaitannya dengan kawasan industri. Jadi, ke depan, pengembangan pelabuhan ini harus berbasis ekosistem.

Keterhubungan ini, ke depan, tidak selalu kita yang punya. Kita bisa bangun dengan bantuan pihak luar. Kawasan Berikat Nusantara (KBN), misalnya, ini bisa kita bangun dengan DKI Jakarta. Kita bisa bangun di arah timur pelabuhan, misalnya. Kita juga bisa bangun kanal yang menghubungkan pelabuhan dengan kawasan industri di Cikarang. Jadi, nanti akses barang dari pelabuhan ke industri akan lebih mudah. Tidak harus dekat jaraknya, tapi aksesnya dekat.

Dari pengembangan empat aspek yang Anda sebut tadi, Pelindo II sudah mencapai berapa persen?
Saya belum bisa menyebut dengan rigid. Namun, kalau kita melihat pengembangan dan pengelolaan pelabuhan kelas dunia, seperti di Port Rotterdam di Belanda, Dubai, Hong Kong, dan Singapura, itu kita masih kalah. Dari segi volume barang yang masuk, misalnya. Pelabuhan kita bisa menjadi pelabuhan kelas dunia.

Namun, perlu waktu untuk mencapai ke sana dan perlu pengembangan juga. Kita perlu memperbaiki dari segi kapasitas kolam agar bisa menampung kapal-kapal besar, peralatan yang modern dan shopisticated, custom yang mudah, dan lainnya. Karena, itu ciri-ciri pelabuhan kelas dunia.

Agar menjadi pelabuhan berkelas dunia, perlu perubahan apa saja di Pelindo II?
Untuk menjadi perusahaan kelas dunia, perlu elemen kelas dunia juga. Di dalam, misalnya, kita harus bisa menumbuhkan culture kelas dunia, kompetensinya orang-orang di dalamnya harus dinaikkan, business-nya perlu diperbaiki. (Untuk) hal ini, kita tidak boleh malu kalau belajar dari yang sudah menjadi pelabuhan kelas dunia.

Dalam mengejar cita-cita menjadi pelabuhan kelas dunia, hal apa yang menurut Anda lebih sulit? Mengubah kultur atau meningkatkan kompetensi?
Saya menganggap itu tantangan. Saya pernah membawa transformasi Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan. Dengan pengalaman di sini, ini pasti sesuatu yang sangat berbeda. Namun, dalam perubahan, saya memiliki tiga prinsip yang tidak bisa diubah: memindahkan matahari terbit dari timur ke barat, menghidupkan orang mati, dan mengganti orang tua. Kalau perubahan (changes) menjadi lebih baik, kompeten, profesional, itu bisa. Dengan syarat ada kemauan, keyakinan, dan ada rumus-rumus, seperti bagaimana kita berkomunikasi dengan orang-orang dan stakeholder.

Memimpin BUMN sangat berbeda dengan swasta. Di BUMN, ibaratnya sebelah kaki sudah masuk penjara karena ketatnya regulasi dan pengawasan. Setelah “selamat” di BPJS Ketenagakerjaan, sekarang Anda di Pelindo II. Apa rahasianya agar tetap “selamat”?
Saya katakan, bekerja adalah bagaimana membangun reputasi. Itu nilai tertinggi dalam membangun karier, bukan bagaimana menjadi kaya raya. Kalau kita punya reputasi, kita pasti dibayar mahal.

Bagaimana membangun reputasi itu, kita tidak boleh memiliki personal interest. Dalam membangun reputasi, juga harus ada tiga hal: kesetiaan (loyalitas), kesepahaman pikiran, dan kemampuan. Tiga hal ini sangat penting dalam membangun reputasi.

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, pernah menyebut, pelabuhan cocoknya dipimpin oleh orang yang keras. Anda termasuk orang yang keras atau tidak?
Itu Anda yang menilai. Keras bisa dinterpretasi, keras fisik dan prinsip. Secara prinsip, saya menilai diri saya keras untuk sesuatu yang harus dipertahankan. Secara prinsip, misalnya, perusahaan harus memiliki kompetensi dasar yang tidak boleh kurang.

Kalau ada benturan dengan DPR atau partai politik, misalnya, bagaimana sikap Anda?
Saya melihat setiap permasalahan substansinya ada di komunikasi. Kadang, masalah yang timbul bukan masalah substansi, melainkan ada karena kesalahan komunikasi. Saya menyebut tidak ada pebisnis yang ingin bisnisnya jelek. Bisnis pelabuhan intinya adalah bagaimana dapat mengantarkan barang dengan murah, cepat, efisien, dan tepat waktu. Kalau semua dapat manfaatnya, saya rasa itu menjadi muara dari semua persoalan.

Dengan partai politik, prinsip saya adalah bagaimana menjadi profesional. Prinsipnya adalah bagaimana men-deliver added value for people. Secara pribadi, saya ingin memberikan sesuatu yang berarti bagi orang lain.

Serikat pekerja di Pelindo II selama ini cukup eksis dan powerfull. Bagaimana Anda merangkul mereka?
Segala sesuatu memiliki dua hal: persepsi dan realitas. Dalam dua minggu saya di sini, saya bertemu dengan semua serikat pekerja: IPC (Indonesia Port Corporation), JICT (Jakarta International Container Terminal), dan Koja (Terminal Peti Kemas Koja).

Saya ada kesepahaman pikiran. Kita bekerja sama membangun perusahaan ini. Kalau perusahaannya bagus, kesejahteraan karyawan akan bagus. Ini juga prinsip saya bahwa karyawan harus sejahtera karena pekerja adalah bagian dari perusahaan. Kalau perusahaan tumbuh, pasti karyawan akan sejahtera.

Komitmen apa yang Anda janjikan ke pemerintah saat menerima jabatan ini?
Tidak ada. Saya hanya berjanji akan melakukan yang terbaik yang saya bisa.

Ada target khusus yang diberikan pemerintah?
Tidak ada. Intinya adalah bagaimana membangun konektivitas agar biaya logistik di Indonesia bisa turun. Saya rasa ini memang perlu karena negara ini ‘kan negara kepulauan, tapi kita mengalami ketimpangan antara masyarakat di Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.

Salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan konektivitas dengan pembangunan tol laut. Saya memiliki beberapa rencana dalam mengakselerasi pelabuhan di berbagai daerah, seperti membesarkan pelabuhan yang kecil atau membangun pelabuhan yang belum ada.

Ada target waktu?
Kita harus realistis. Dalam mewujudkan pelabuhan berkelas dunia, bukan hanya strategi dan kemauan. Itu ada investasi besar dan kemampuan hebat. Kalau tidak ada uang, kita bisa datangkan investor. Kalau tidak ada kemampuan, kita bisa berpartner, meskipun kita tetap yang menjadi pemiliknya. Ini semuanya bisnis modern dan butuh manajemen yang baik. Gina Maftuhah

Related Posts

News Update

Top News