Tak Transparan, RIPH Buah Impor Ada Indikasi Politik

Tak Transparan, RIPH Buah Impor Ada Indikasi Politik

Jakarta – Penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) kian menuai kritikan. Setelah impor bawang putih, kini impor buah-buahan pun menuai kritikan. Penerbitan RIPH terbaru untuk impor buah yang hanya diberikan terhadap beberapa perusahaan disinyalir bernuansa muatan politik tertentu.

Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara mengatakan, jangan sampai proses penerbitan RIPH ada kepentingan politik tertentu. Dia menilai, pemberian rekomendasi impor untuk komoditas bawang putih dan buah-buahan yang tak terbuka mengindikasikan ada muatan politik, apalagi menterinya berasal dari parpol.

“Jadi dalam proses RIPH bawang putih dan buah ini sudah pasti ada kepentingan politik. Hal ini tak terlepas dari status Menterinya berasal dari partai politik,” ujar Igor kepada wartawan di Jakarta, Minggu, 1 Maret 2020.

Menurut Igor, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo harusnya bisa menunaikan janji Presiden Jokowi saat mengikuti Pemilihan Presiden 2019 lalu, mengembangkan pertanian lokal. Jika melakukan impor, prosesnya mutlak harus transparan. Kemendag menurutnya harus berhati-hati menyeleksi untuk memberikan SPI.

“Kalau kinerjanya Kementerian seperti itu, ya bisa saja diduga akan diresuffle,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Hortikultura Anton Muslim Arbi mengungkapkan senada. Hal yang menimbulkan kecurigaan, kata dia, hanya 10 importir yang mendapat RIPH untuk bawang putih, sementara pengajuan ada 100 sejak Nopember 2019.

Untuk itu dirinya berharap, agara tidak ada permainan antara pejabat dan pengusaha tertentu dalam RIPH bawang maupun buah. “Institusi negara jangan memberikan pelayanan seperti itu dong, kompetisi yang sehat, jadi tidak ada saling curiga,” jelasnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar Alien Mus mengungkap persoalan yang sama. Dirinya mempertanyakan, dari perusahaan yang baru mendapat izin RIPH ini, ada satu perusahaan yang dominan jumlah impornya ketimbang dua perusahaan lainnya.

“Kementan baru mengeluarkan izin RIPH kepada 3 perusahaan yaitu Laris Manis Utama, Cherry Fruit, Karunia Alam Raya Sejati. Tapi di sini ada kejanggalan dari ketiga perusahaan tersebut ada 1 perusahaan yang betul-betul jumlah impornya melebihi lainnya,” ucap beberapa waktu lalu.

Sementara itu, kini beredar informasi bahwa RIPH untuk buah juga dikeluarkan hanya kepada 4 perusahaan, yakni MJN, CAB, GSB, GM. Tiga diantaranya, MJN sebanyak 8000 ton, CAB 23.425 ton, dan GSB dengan 18.820 ton, disinyalir terafiliasi.  Sedangkan GM dengan 7000 ton di luar ketiganya.

Terhadap informasi ini, anggota Komisi IV Darori Wonodipuro mengatakan akan mengecek kebenaran bahwa pemilik tiga perusahaan yang mengantongi RIPH adalah orang yang sama.

Darori menuturkan, jika informasi tersebut benar, bisa dilakukan pembatalan RIPH. “Semestinya tidak boleh tiga perusahaan yang dimiliki orang yang sama, itu namanya monopoli. Tapi harus dicek dulu kebenarannya,” jelasnya.

Kementan sebaliknya menepis tudingan ketidaktransparanan. Dirjen Holtikultura Kementan Prihasto Setyanto usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR beberapa waktu lalu menegaskan, pemberian RIPH dilakukan secara terbuka. Dia juga membantah ada konflik kepentingan dalam pemilihan importir.

Namun demikian, dirinya tidak membeberkan perusahaan-perusahaan yang diberikan RIPH dengan kuota masing-masing. “Kata siapa kurang terbuka. Enggak. Kan dugaan saja. Semua terbuka,” katanya. (*)

Related Posts

News Update

Top News