Jakarta – Memasuki tahun politik di 2018 dan 2019 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan bahwa likuiditas di pasar keuangan khususnya perbankan nasional diperkirakan masih akan terjaga. Hal ini juga sejalan dengan pelonggaran kebijakan yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2018 mengatakan, porsi Giro Wajib Minimum rata-rata (GWM Averaging) yang telah diperlonggar oleh Bank Sentral menjadi 2 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) akan menopang likuiditas bank.
“BI sudah mengambil langkah untuk memperlonggar peraturan-peraturan terkait dengan likuiditas. Jadi GMM itukan sebetulnya digunakan sebagai bagian dari kebijakan,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, pelonggaran porsi GWM rata-rata yang menjadi 2 persen tersebut, akan memberikan ruang lebih terhadap likuiditas perbankan di tahun ini dan tahun berikutnya. Terlebih, BI menyebut, relaksasi GWM Averaging ini diyakini akan menambah likuiditas perbankan hingga Rp20 triliun.
“Ini kebijakan untuk memberikan ruang dan memperlonggar likuiditas. Jadi tahun saya rasa likuiditas masih aman,” ucapnya.
Sebagai informasi, BI baru saja memutuskan untuk memperlonggar porsi GWM Averaging. Dari total GWM rupiah bank umum konvensional yang sebesar 6,5 persen, porsi GWM rata-rata diperlonggar dari 1,5 persen menjadi 2 persen dari DPK yang akan mulai berlaku pada 16 Juli 2018.
Sementara itu, dari total GWM Valas bank umum konvensional sebesar 8 persen dari DPK, maka porsi GWM Averaging mulai diberlakukan sebesar 2 persen dari DPK. Untuk bank umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), dari total GWM rupiah sebesar 5 persen dari DPK, porsi GWM Averaging mulai diberlakukan sebesar 2 persen dari DPK, dan berlaku pada 1 Oktober 2018. (*)