Jakarta — Suara-suara yang meminta pemerintah turut membantu menyelamatkan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 kembali muncul. Kali ini, Ana Mustamin, mantan Direktur SDM AJB Bumiputera 1912, hari ini (12/2) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Melalui surat itu, ia meminta agar presiden dan negara turut membantu menyelamatkan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia ini.
Ana menjabat sebagai Direktur SDM AJB Bumiputera 1912 pada 2016. Dia diberhentikan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA) pada Oktober 2018 setelah dua tahun non aktif karena OJK menjatuhkan statuter terhadap AJB Bumiputera 1912.
Adapun bunyi surat terbuka Ana yang ditujukan untuk presiden Jokowi sebagai berikut.
Hari ini, 12 Februari 2019, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 merayakan ulang tahun ke-107. Perusahaan ini adalah satu-satunya perusahaan berbentuk Mutual (Usaha Bersama) di Indonesia, perusahaan rakyat dengan jutaan pemegang polis yang sekaligus bertindak sebagai pemilik perusahaan.
Bumiputera didirikan oleh Sekretaris Pengurus Besar Budi Utomo, M Ng Dwijosewojo. Beliau ikut memperjuangkan dan mendirikan Volskraad (dewan rakyat) – cikal bakal DPR, serta menjadi komite tetap hingga tahun 1917. Juga pendiri Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Pada mulanya, Bumiputera didirikan untuk memperjuangkan dan mengangkat harkat dan martabat para guru Bumiputera. Dan kemudian tercatat sebagai bagian dari peletak dasar industri perasuransian di Indonesia.
Meski sudah 107 tahun beroperasi, Bumiputera tidak kunjung memiliki kepastian hukum dalam berusaha. Sebagai satu-satunya perusahaan berbadan hukum Mutual (dari, oleh dan untuk pemegang polis), Bumiputera tidak memiliki landasan hukum – baik dalam bentuk UU maupun PP, sebagaimana badan hukum Perseroan Terbatas dan Koperasi.
UU no. 2/1992 tentang usaha perasuransian, mengamanatkan pembentukan UU Mutual. Lalu, ketika UU perasuransian diperbaharui menjadi UU No. 40/2014, beleid ini juga mengamanatkan regulasi Mutual dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Hasil Judicial Review yang dilakukan Mahkamah Agung pada tahun 2013 juga memerintahkan regulasi tentang Mutual (Usaha Bersama) agar diterbitkan. Namun malang sungguh malang, presiden terus berganti, DPR terus melahirkan berbagai UU. Tapi Mutual tetap tak tersentuh.
Bapak Presiden yang kami cintai,
Bumiputera sudah tumbuh menjadi perusahaan raksasa, dengan aset puluhan triliun. Sebagai perusahaan rakyat, ia demikian rentan dari ‘campur tangan’ berbagai pihak karena tidak adanya rambu-rambu dalam bentuk regulasi Mutual. Ini membuka peluang orang untuk bisa bertindak sebagai ‘pemilik’ dan bebas menginterpretasikan bagaimana sebaiknya mengelola Bumiputera, baik dari internal Bumiputera maupun dari pihak eksternal. Termasuk interpretasi Otoritas Jasa Keuangan.
Alih-alih mengalami kemajuan. Setelah berjaya lebih dari 1 abad, kini Bumiputera seperti perusahaan milik semua orang yang bisa diinterpretasikan seenaknya, tanpa memperdulikan prinsip dasar pengelolaan perusahaan berbasis mutual. Tidakkah presiden merasa sayang jika perusahaan ini suatu ketika tumbang karena dikelola secara tidak bertanggung jawab?
Presiden RI yang kami cintai,
Selamatkan Bumiputera, milik 3 juta rakyatmu. Berikan kepastian hukum usaha untuk perusahaan berbadan hukum Mutual ini sebagaimana pemerintah memberikan kepastian usaha kepada Perseroan Terbatas dan Koperasi. Ini agar Bumiputera memiliki acuan terukur dalam berusaha. Ini agar Bumiputera memiliki pedoman dalam melaksanakan prinsip Good Corporate Governance. Tanpa itu, maka cepat atau lambat, perusahaan ini mungkin hanya akan tinggal kenangan.
Kita semua menanggung beban dan dosa pada pendiri Bumiputera yang notabene pejuang republik ini. Kita semua akan menanggung kesalahan pada jutaan rakyat indonesia sebagai pemilik sah perusahaan ini.
Semoga bapak Presiden mengabulkan permohonan saya. Dan semoga bapak Presiden senantiasa diberi rahmat dan selalu dalam lindungan-Nya. Amin.