Jakarta – Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara mengungkapkan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) masih di level yang tinggi, yaitu 5,5 persen. Hal ini bisa menghambat negara emerging market atau negara berkembang untuk tumbuh.
Dia menyatakan, hal ini pertama kalinya dalam sejarah di mana suku bunga The Fed beda tipis dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang sebesar 5,75 persen. Artinya, hanya berbeda sebesar 0,25 persen.
Baca juga: Siap-Siap! The Fed Diramal Bakal Kerek Suku Bunga Acuan 25 Bps Bulan Depan
“Jadi ini pertama kalinya di sejarah Indonesia, terjadi hal semacam ini. Jadi, ini pertama kali suku bunga The Fed dengan BI itu berbeda tipis. Biasanya perbedaannya sekitar 1,5 persen,” ujar Mirza dalam Indonesia Financial Group International Conference 2023, Selasa 19 September 2023.
Mirza mengatakan, bahwa apabila suku bunga The Fed tidak turun, maka akan sulit bagi negara berkembang untuk melanjutkan pertumbuhan. Namun, Indonesia berhasil mengelola hal ini meski perbedaan suku bunganya cukup tipis dan dapat terus bertumbuh.
“Kita dapat mengelola hingga perbedaannya hanya 0,25 persen. Mengapa kita berhasil melakukan itu? Pertama, kita memiliki neraca perdagangan yang surplus,” imbuhnya.
Selain itu, kondisi fiskal Indonesia masih sangat sehat. Di mana target defisit fiskal sebesar 2,3 persen dari produk Domsetik Bruto (PDB), bahkan kata Mirza, bisa lebih rendah dari realisasinya.
Baca juga: BI Proyeksi The Fed Kembali Naikkan Suku Bunga Akhir Tahun Ini
Mirza memprediksi, bahwa tingkat suku bunga The Fed akan mulai menurun pada 2024, bila dilihat dari proyeksi ekonomi tingkat internasional.
“Jadi mudah-mudahan, Indonesia dapat melakukan pemotongan suku bunga atau penurunan suku bunga, dan kita akan mampu menangani akun piutang kita dan neraca perdagangan kita masih sehat seperti sekarang,” ungkapnya. (*)
Editor: Galih Pratama