Ilustrasi: Aplikasi JKN.
Jakarta - Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bukan sekadar program sosial. JKN adalah denyut nadi perlindungan kesehatan jutaan rakyat Indonesia. Dengan cakupan hampir seluruh penduduk, JKN menjadi bukti bahwa akses terhadap layanan kesehatan yang layak bukan lagi mimpi bagi rakyat kecil.
Namun, menjaga program JKN tetap berjalan tidaklah mudah. Tantangan biaya layanan yang terus meningkat, kepatuhan iuran yang belum maksimal, serta keberlanjutan dana menjadi isu utama yang harus ditangani dengan cermat dan kolaboratif.
Salah satu aspek paling krusial dalam menjaga keberlanjutan JKN adalah memastikan ketahanan dana Jaminan Sosial Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa strategi keberlanjutan tidak hanya soal hitung-hitungan neraca keuangan.
"Keberlanjutan JKN adalah kemampuan untuk menyediakan manfaat kesehatan secara jangka panjang dan stabil bagi seluruh penduduk Indonesia dengan menjaga keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran manfaat," jelasnya kepada Infobank, Senin (28/7).
Baca juga: Bos BPJS Kesehatan Buka Suara soal Rencana Kenaikan Iuran JKN
Untuk menjaga arus penerimaan, BPJS Kesehatan mengoptimalkan berbagai strategi: mulai dari reaktivasi kepesertaan, pemanfaatan dana CSR badan usaha, hingga penerapan iuran bagi PPU Mikro dan otomatisasi pembayaran iuran segmen mandiri. Upaya ini dimaksudkan agar tidak ada celah bagi terganggunya pembiayaan akibat ketidakteraturan pembayaran.
Sementara itu, strategi pengendalian biaya dilakukan lewat penguatan peran fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) sebagai garda depan layanan, evaluasi tarif layanan kesehatan, serta pencegahan fraud.
BPJS Kesehatan juga menerapkan kebijakan urun biaya dan tarif degresif untuk Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) demi menghindari pemborosan yang tidak perlu.
“Kami mengedepankan prinsip kehati-hatian sebelum menerapkan kebijakan baru. Semua diproyeksikan dan dievaluasi agar sistem ini tetap berimbang,” ujar Ghufron.
Secara keuangan, kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan pun dinilai sehat. Per Februari 2025, aset neto tercatat mencapai Rp49,65 triliun, atau 3,36 kali rata-rata klaim per bulan. Angka ini melebihi batas minimal ketentuan PP No. 53 Tahun 2018 yang mensyaratkan cadangan minimal sebesar 1,5 bulan klaim.
Di balik kekuatan JKN, ada satu fondasi yang sangat menentukan: kepatuhan peserta dalam membayar iuran. Segmen mandiri atau PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) masih menunjukkan tantangan besar dalam hal ini.
Banyak peserta yang hanya aktif membayar saat membutuhkan layanan kesehatan. Pola ini menciptakan ketimpangan antara prinsip gotong royong dengan praktik nyata di lapangan.
BPJS Kesehatan pun mengedepankan pendekatan edukatif dan persuasif. Literasi tentang pentingnya iuran digencarkan melalui media sosial, komunitas, dan tokoh masyarakat.
Selain itu, kanal pembayaran digital, sistem autodebit, serta kehadiran kader JKN sebagai pengingat rutin turut membantu meningkatkan retensi kepesertaan.
"Kami ingin membangun kesadaran bahwa membayar iuran adalah bentuk gotong royong. Tanpa kepatuhan, sistem ini tidak akan bertahan lama," tegas Ghufron.
Baca juga: Kolaborasi BPJS Kesehatan-Kemenkum Dorong Kepesertaan JKN 100 Persen
Meski mayoritas peserta JKN merupakan penerima bantuan iuran (PBI), namun kontribusi iuran terbesar justru berasal dari segmen Pekerja Penerima Upah (PPU), baik yang dibiayai pemerintah maupun swasta. Tahun 2024, iuran dari segmen ini mencapai Rp76,7 triliun dari total Rp165 triliun pendapatan iuran JKN.
BPJS Kesehatan terus menjalin sinergi dengan badan usaha untuk memastikan seluruh pekerja terlindungi. Layanan khusus untuk perusahaan, petugas Relationship Officer (RO), serta kerja sama dengan Kejaksaan Negeri untuk menindak badan usaha yang tidak patuh, menjadi bagian dari pendekatan yang komprehensif.
"Perlindungan kesehatan bagi tenaga kerja bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi wujud nyata kepedulian terhadap produktivitas dan kesejahteraan sosial," ungkap Ghufron.
Namun, tak semua warga tidak mampu tercakup dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Untuk menjangkau kelompok rentan dan miskin non-DTKS, BPJS Kesehatan membuka ruang kolaborasi dengan lembaga filantropi, yayasan sosial, dan perusahaan melalui program CSR.
Melalui skema kolektif ini, iuran peserta dapat ditanggung oleh lembaga yang berkomitmen membantu. BPJS Kesehatan memfasilitasi sistem verifikasi berbasis DTKS dan rekomendasi perangkat desa untuk memastikan ketepatan sasaran. Bahkan, pelaporan dan monitoring juga dilakukan agar bantuan yang diberikan benar-benar berkelanjutan dan tidak tumpang tindih dengan bantuan pemerintah.
“Kami pastikan bahwa donasi yang masuk tersalurkan secara akuntabel dan tepat sasaran. Transparansi dan integritas adalah prioritas kami,” kata Ghufron.
Kolaborasi JKN...
Page: 1 2
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More
Poin Penting Bank Mandiri raih 5 penghargaan BI 2025 atas kontribusi di makroprudensial, kebijakan moneter,… Read More
Poin Penting Menhut Raja Juli Antoni dikritik keras terkait banjir dan longsor di Sumatra, hingga… Read More