Jakarta – Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan, aksi “bersih-bersih” yang dilakukan Erick Thohir di kementriannya tak terlepas dari reformasi birokrasi.
Arya menyebut, jumlah deputi di Kementrian BUMN pun sudah semakin ramping. Dari yang jumlahnya sekitar 9 deputi hini hanya tersisa sebanyak 3 deputi semata.
“Saat Erick Thohir masuk ke Kementrian BUMN, dulu kita punya 9 deputi kemudian kini tersisa 3 deputi. Itu tidak terlepas dari reformasi birokrasi,” kata Arya dalam talkshow bertajuk ‘Ngobrol Bareng Seputar BUMN’ di Kementrian BUMN, Jakarta, Kamis (26/10).
Baca juga: Rugikan Negara hingga Rp300 M, Erick Bongkar Penyelewengan 4 Dapen BUMN
Menurutnya, perampingan deputi tersebut salah satunya karena terjadi masalah hukum. Di mana, banyak perusahaan pelat merah banyak yang mengalami persoalan hukum.
“Bahkan banyak perusahaan BUMN saling gugat di jalur hukum ke pangadilan,” ungkapnya.
Namun kata dia, saat ini semua permasalahan tersebut terselesaikan dengan baik berkat reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Erick Thohir.
“Tidak ada lagi saling gugat di BUMN. Kan lucu kalau saudara sendiri saling gugat,” ujarnya.
Di sisi lain, Arya juga mengapresiasi kinerja Erick dalam melakukan restrukturisasi jumlah BUMN baik dalam bentuk merger dan holding. Dari berjumlah 140 BUMN, kini tersisa 40 BUMN.
Sebagaimana diketahui, salah satu merger BUMN yang dilakukan Erick Thohir yakni antara Garuda Indonesia-Citylink-Pelita Air. Langkah yang dilakukan Erik tak lain agar biaya logistik di Indonesia bisa ditekan sehingga semakin meringankan dunia bisnis.
Baca juga: Wamen BUMN Dorong Industri Asuransi Terapkan GRC Terintegrasi Dengan Digitalisasi
Selain itu, pada 2021, Erick sukses melakukannya pada PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo. Hal ini menjadikan Pelindo saat ini sebagai operator terminal peti kemas terbesar nomor delapan di dunia.
Meski belum genap dua tahun pasca-merger, hal tersebut berdampak pada peningkatan kontribusi terhadap negara.
Ia pun terus mendorong agar efisiensi menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan milik negara yang dipimpinya. (*)
Editor: Galih Pratama