Jakarta – Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera telah melakukan audiensi dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (14/7) lalu.
Ketua Umum SP NIBA Bumiputera Rizky Yudha Pratama dalam rapat mengungkapkan, bahwa pihaknya ingin memohon perhatian dan bantuan atas nasib ribuan karyawan beserta keluarganya dan nasib 4 juta orang nasabah/pemegang polis di AJB Bumiputera 1912 grup. Dirinya menganggap bahwa nasib asuransi tersebut sedang mengkhawatirkan dan memerlukan perhatian besar dari para pemangku kepentingan.
“Sebagai perusahaan berbentuk mutual (usaha bersama), Bumiputera akrab dengan krisis keuangan jika krisis kita maknai sebagai kesenjangan antara aset dan kewajiban. Sebagai perusahaan yang berdiri tanpa modal dasar, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar Bumiputera pasal 6 dan berbasis perkumpulan , dalam kacamata perseroan Bumiputera sejatinya sudah mengalami “krisis” sejak didirikan,” kata Rizky dalam keterangannya tyang diterima Infobanknews di Jakarta, Rabu 15 Juli 2020.
Menurutnya, jika kita menggunakan Risk Based Capital (RBC) untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan asuransi sebagaimana yang selama ini diterapkan, Bumiputera sejak awal sudah tidak sehat (insolven) lantaran perusahaan ini tidak memiliki modal. Modal awal operasional Bumiputera diambil dari premi yang dibayarkan anggota (pemegang polis), yang ketika itu dilakukan, pada saat bersamaan perusahaan otomatis menanggung kewajiban sebesar uang pertanggungan polis perdana.
Selain itu, pasca manajemen lama lengser maka seluruh karyawan dan stake holder Bumiputera berharap besar kepada manajemen baru yang berasal dari internal Bumiputera. Ia menilai, pada 2 bulan awal manajemen berjalan harapan sempat terwujud dengan pembuktian premi yang dihimpun bergerak naik bila dibandingkan manajemen sebelumnya. Namun manajemen baru memiliki kendala besar karena program kerja penyelamatan Bumiputera yang digagas belum disetujui oleh regulator atau OJK sampai dengan akhir September 2019.
“Tidak berjalannya program penyelamatan dan penyehatan perusahaan karena terkendala belum disahkan oleh regulator, berdampak kepada terancamnya masa depan nasib puluhan ribu karyawan dan agen (mitra kerja) AJB Bumiputera 1912. Nasib jutaan pemegang polis juga menjadi pertaruhan, karena hak mereka yang masih tertunda hinga mencapai angka Rp5,2 triliun sampai akhir Juni 2020,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya memohon kepada Pimpinan Dewan beserta seluruh Anggota Komisi XI, agar bisa mendorong seluruh stake holder Bumiputera mengedepankan Pentahelix, yakni mencari solusi bersama demi menyelamatkan seluruh kepentingan yaitu Pemegang Polis, Karyawan, dan AJB Bumiputera 1912.
“Dengan melakukan percepatan tindakan secara tepat sesuai kewenangannya dimaksud serta fokus pada implementasi PP Nomor 87 Tahun 2019 yang merupakan fundamen operasional Usaha Bersama bagi AJB Bumiputera 1912,” ucapnya. (*)
Editor: Rezkiana Np