Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons sengkarut antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terkait dugaan permainan manfaat ekonomi atau suku bunga oleh pelaku pinjaman daring (pindar).
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan, penetapan suku bunga di industri pindar merupakan arahan dari regulator jasa keuangan.
“Pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi atau suku bunga pindar oleh AFPI sebagai bagian dari ketentuan kode etik (pedoman perilaku) sebelum terbitnya SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI merupakan arahan OJK pada saat itu yang selanjutnya ditegaskan dalam Surat OJK Nomor S- 408/NB.213/2019 tanggal 22 Juli 2019,” ujar Agusman dalam keterangannya dikutip Senin, 8 September 2025.
Ia menjelaskan, penetapan batasan manfaat ekonomi oleh AFPI tersebut dilakukan dalam rangka memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi, menjaga integritas industri pindar, serta membedakan pinjaman online legal (pindar) dengan yang ilegal (pinjol).
Baca juga : Lengkap! Daftar 97 Perusahaan Terlapor Dugaan Kartel Bunga di Sidang KPPU
Sebagaimana dalam Pasal 84 POJK 40/2024, kata Agusman, AFPI berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan Penyelenggara serta membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat.
“Dalam kaitan ini, AFPI diminta untuk turut membantu menertibkan anggotanya memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang terkait dengan batas maksimum manfaat ekonomi,” jelasnya.
Selanjutnya, lanjut Agusman, penyesuaian batasan manfaat ekonomi pindar telah diatur dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2025 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, yang diharapkan dapat mendorong akses keuangan yang sehat, berkelanjutan, dan sesuai prinsip kehati-hatian.
Pihaknya pun mencermati dan menghormati jalannya proses hukum terkait dugaan pelanggaran kartel bunga dan berkomitmen untuk terus menjaga integritas dan iklim persaingan usaha yang sehat dalam industri pindar.
“Kepercayaan masyarakat tetap terjaga terhadap industri Pindar yang ditunjukkan dengan peningkatan outstanding pendanaan pindar per Juli 2025 menjadi sebesar Rp84,66 triliun dengan TWP90 tetap terjaga di posisi 2,75 persen,” pungkasnya.
Baca juga : Pakar Hukum Persaingan Usaha Kritik Istilah ‘Kartel Pindar’ yang Dipakai KPPU
Di sisi lain, Komisi Pengawas Persaingan (KPPU) sendiri telah menggelar sidang lanjutan terkait pemeriksaan pendahuluan atas Perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Layanan Pinjam-Meminjam Uang/Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Fintech P2P Lending) di Indonesia, Rabu (27/8).
Sidang dugaan kartel bunga pinjaman daring (pindar) yang melibatkan 97 perusahaan terlapor dengan nilai perkara mencapai Rp1.650 triliun itu, memberikan kesempatan bagi Telapor yang tidak hadir pada persidangan sebelumnya, Investigator Penuntutan KPPU kembali membacakan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP).
Dalam Pembacaan LDP, Investigator Penuntutan KPPU menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran Pasal 5 UU 5/99 ini melibatkan perusahaan pendanaan yang menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada periode penyelidikan 4 Oktober 2023 hingga 11 Maret 2025.
“Pasar produk yang menjadi objek perkara ini adalah jasa terkait layanan pinjam-meminjam uang/pendanaan bersama berbasis teknologi informasi/jasa terkait layanan Fintech Lending/Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending selama periode pelanggaran, yakni dari 2019 sampai dengan Oktober 2023,” tulis pembacaan tersebut, dikutip Rabu, 27 Agustus 2025.
Pada periode tersebut, terdapat dugaan para Terlapor yang merupakan anggota AFPI telah melakukan kesepakatan penetapan harga dengan mengatur bunga dan biaya lain.
Kemudian, agenda sidang dilanjutkan dengan Pemeriksaan Kelengkapan dan Kesesuaian Alat Bukti Surat dan atau Dokumen Pendukung Laporan Dugaan Pelanggaran yang akan dibagi menjadi 3 (tiga) sesi hingga Kamis, 28 Agustus 2025.
Sidang berikutnya akan beragendakan penyampaian tanggapan Terlapor atas Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP).
Tanggapan tersebut dapat berupa penerimaan seluruh isi LDP maupun bantahan atas isi LDP. Apabila Terlapor menyatakan bantahan, maka sesuai Pasal 67 Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2023, perkara akan berlanjut ke tahap Pemeriksaan Lanjutan. (*)
Editor: Galih Pratama









