RELAKSASI kebijakan restrukturisasi kredit terdampak pandemic COVID-19 yang sudah dua kali diperpanjang akan berakhir pada Maret 2023. Kendati belum sampai kepada keputusan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah memberikan sinyal itu akan diperpanjang kembali mengingat adanya ancaman resesi global 2023. Sehingga, para banker pun harus mengikuti apa yang nanti diputuskan oleh regulator.
Batara Sianturi, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina) pun mengakui bahwa pihaknya akan mengikuti keputusan OJK. “Saya rasa kita akan mengikuti OJK, apakah diperpajang atau tidak. Dan kita melihat bahwa kita harus jeli pada segmentasi dan industri. Sebab tidak ada satu solusi untuk semua. Baik segmen korporasi, komersial, UMKM. Tidak ada one size beats all, tergantung industrinya,” ujar CEO Citi Indonesia seperti dikutip Majalah Infobank Nomor 534 Oktober 2022.
Ditanya soal pendapatan dan masukan mengenai perpanjangan relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit, Batara mengatakan bahwa restrukturisasi perlu diperpanjang. “Kita bisa memberikan masukan overall untuk restrukturisasi diperpanjang. Diperpanjangnya mungkin dengan beberapa rambu-rambu yang transparan, yang jelas, sehingga industri kembali ke pre COVID condition,” imbuh Batara.
Menurut data Biro Riset Infobank, bank-bank asing memiliki loan at risk (LAR) yang relative rendah yaitu seperti 4,46% per Juni 2022. LAR yang dicatat Citibank sebesar 3,18%, MUFG sebesar 1,18%, Deutced Bank sebesar 1,27%, Standard Chartered Bank sebesar 3,56%, dan Bank of China sebesar 14,20%.
Baca juga: Batara Sianturi Citibank Berbagi Resep Hadapi Krisis di Depan 500 Direksi dan Komisaris BPR
Berapa target pertumbuhan kredit Citi Indonesia dan seperti apa rencana bisnis bank asal Amerika Serikat pada 2023? Bagaimana Batara Sianturi yang pernah memimpin Citi di Filipina dan 13 negara di Eropa Timur ini melihat potensi resesi global tahun 2023? Baca wawancara selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 534 Oktober 2022. (*) Karnoto Mohamad