Pengembangan kota pintar selaras dengan kampanye transaksi nontunai berbasis elektronik. Uang elektronik jadi peluru paling ampuh untuk meningkatkan transaksi nontunai. Batas saldo uang elektronik akan dinaikkan.
Jakarta – Berkembangnya teknologi membuat perilaku masyarakat bergeser. Peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, hingga peluang munculnya bisnis dan lapangan kerja baru merupakan buah dari implementasi teknologi.
Perilaku masyarakat Indonesia juga berubah. Menyadari hal ini, Pemerintah menginisiasi pengembangan konsep kota pintar (smart city) yang adaptif dengan teknologi terkini di sejumlah daerah di Tanah Air.
Smart city sendiri merupakan konsep perencanaan kota dengan memanfaatkan teknologi yang akan membuat hidup lebih mudah, nyaman, dan sehat serta dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Sistem pembayaran berbasis elektronik atau electronic payment (e-payment) menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dari smart city. Bank Indonesia (BI) selaku lembaga negara yang mengatur dan mengawasi sistem pembayaran di Indonesia mendukung penuh terciptanya smart city. Salah satu bentuk dukungannya ialah elektronifikasi transaksi sistem pembayaran.
Menurut Ronald Waas, Deputi Gubernur BI, penerapan elektronifikasi, khususnya untuk sektor layanan pembayaran, diharapkan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi daerah dan governance pemerintah daerah (pemda) serta peningkatan daya saing dan sustainable city. “Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI mendukung dan berperan aktif untuk terwujudnya smart city melalui sistem pembayaran yang aman, lancar, dan efisien. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mendorong elektronifikasi sistem pembayaran (nontunai) adalah melalui penyediaan infrastruktur, instrumen, mekanisme, dan regulasi serta program-program yang dapat mendukung perubahan perilaku masyarakat untuk menggunakan nontunai,” kata Ronald Waas.
Bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta, BI berperan aktif mempercepat elektronifikasi transaksi keuangan melalui lima kegiatan. Yaitu, penyusunan masterplan elektronifikasi, koordinasi dengan kementerian atau lembaga dan instansi terkait, fasilitasi elektronifikasi transaksi pemerintah, insentif penggunaan transaksi nontunai, dan kajian elektronifikasi pemda.
Salah satu bentuk nyata kerja sama antara Pemda DKI Jakarta dan BI ialah diperkenalkannya Kartu Jakarta One pada awal Juni lalu. Kartu Jakarta One merupakan smart card yang multifungsi dan digunakan masyarakat Jakarta sebagai identitas penduduk dan sarana penerapan kebijakan atau program pemerintah serta akses layanan publik dalam rangka mewujudkan smart city. Kartu ini juga berfungsi sebagai uang elektronik atau electronic money (e-money) yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan transaksi, seperti pembayaran transportasi, parkir, pajak dan retribusi, serta belanja di toko-toko modern.
E-money menjadi senjata pamungkas dalam upaya membumikan transaksi nontunai di Tanah Air. Sebab, berbeda dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) yang terdiri atas kartu automatic teller machine (ATM)/debit dan kartu kredit yang penggunanya harus terlebih dahulu memiliki rekening bank, e-money dapat digunakan oleh masyarakat, meski belum terhubung dengan layanan perbankan. Di lain sisi, sebagian besar masyarakat Indonesia juga belum berbank (unbanked) sehingga pemanfaatan e-money punya peluang lebih besar.
Penggunaan e-money di Indonesia terus tumbuh. Menurut data BI, sepanjang 2009 hingga 2015 volume transaksi e-money memelesat hampir 3.000%, dari 17,44 juta transaksi pada 2009 menjadi 535,58 juta transaksi pada 2015. Sementara, pada Januari hingga April 2016 volume dan nilai transaksi e-money masing-masing tercatat tumbuh 72,47% dan 68,85% secara tahunan atau menjadi 189,59 juta transaksi dan Rp1,91 triliun.
Pesatnya pertumbuhan e-money membuat regulator mempertimbangkan perlunya penyesuaian limit saldo e-money. Sebab, seiring dengan meningkatnya kebutuhan transaksi masyarakat dan terjadinya kenaikan harga-harga, limit saldo e-money saat ini dinilai perlu dinaikkan. Sementara ini limit maksimal saldo e-money ditetapkan sebesar Rp1 juta (unregistered) dan Rp5 juta (registered).
“Nanti tunggu ketentuannya. Sekarang ‘kan baru Rp1 juta sama Rp5 juta. Tapi, kebutuhan masyarakat kita terus meningkat. Selama ekonomi tumbuh, kebutuhan pasti meningkat,” tukas Ronald Waas.
Sementara, kalangan pelaku bisnis e-money menyambut positif rencana BI untuk menaikkan limit saldo e-money. Bahkan, limit saldo setidaknya bisa dinaikkan dua kali lipat dari yang berlaku saat ini. Itu diperlukan lantaran limit saldo saat ini kurang diminati masyarakat karena terlalu terbatas nilainya untuk melakukan transaksi.
“Kalau dibatasi Rp1 juta, sulit dijadikan alat pembayaran yang disukai. Tapi, jika terlalu tinggi, juga berisiko bagi konsumen. Kalau kartunya hilang, ya cash-nya juga hilang,” kata Darmadi Sutanto, Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), kepada wartawan. (*) Ari Nugroho