Jakarta – Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), berfokus pada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta Bank Indonesia (BI) untuk bersama-sama menjaga ketahanan pangan dan inflasi.
Deputi Gubernur BI, Aida S. Budiman, mengatakan bahwa sinergi yang dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan inflasi melalui berbagai macam program, seperti operasi pasar yang bertujuan untuk menjaga harga, kemudian terdapat kerjasama antar daerah untuk kelancaran distribusi, serta, beberapa upaya untuk ketahanan pangan.
“Kita upayakan menjaga pangan khususnya dari hortikultura, untuk flagship nasionalnya adalah cabai tapi tentunya tidak melupakan kebijakan dari lokal seperti kalau perlu bawang merah, bawang putih, cabe rawit, bahkan kalau di Sulawesi Utara ini dikenal dengan nama barito bawang merah, rica dan tomat,” ucap Aida dalam GNPIP Sulampua di Manado, 3 Oktober 2022.
Dengan upaya tersebut diharapkan dapat menekan bobot inflasi pangan atau volatile food menjadi turun ke angka kurang lebih 4% dari yang sebelumnya menyentuh double digit, sehingga menjadi hal yang baik untuk pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Adapun, ia mengapresiasi hal yang telah diwujudkan oleh Pemerintah Daerah khususnya Sulawesi Utara dalam menjaga ketahanan pangan, diantaranya adalah terkait dengam peluncuran pasar murah berbasis digital dan KUR tanpa agunan.
“Jadi ini sangat bagus dan juga tersedia tidak saja untuk ketahanan pangan tapi untuk berbagai macam kegiatan lainnya di Sulawesi Utara, kedua hal ini layak menyebabkan GNPIP Sulampua yang dilakukan sekarang di Sulawesi Utara menjadi GNPIP 2.0,” imbuhnya.
Kemudian, pada tren inflasi di Sulampua tercatat masih relatif lebih tinggi dibandingkan tren inflasi nasional. Meski begitu, inflasi di Sulawesi Utara masih terjaga di bawah 4% yang diwakili oleh kota Manado sebesar 1,59% dan Kotamobagu 3,20% pada triwulan II-2022.
Oleh karena itu, Aida mengingatkan bahwa untuk terus bersama-sama konsisten dalam menjaga ketahanan pangan, mengingat tekanan inflasi masih akan terus berlanjut yang dipengaruhi oleh peningkatan harga pangan dan energi.
“Karena ke depan kami masih melihat tekanan inflasi masih berlanjut, harga pangan dan energi masih terus mengalami peningkatan dan distrupsi dari pasokan juga terus terjadi sehingga resiko untuk inflasi kita berada di atas 4% di Tahun 2022 dan 2023 ini masih tinggi,” ujar Aida. (*) Khoirifa