Jakarta – Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2018 diperkirakan akan berada pada batas bawah dari asumsi pemerintah dalam RAPBN 2018 yang berada dikisaran 5,2-5,6 persen. Belum menggeliatnya perekonomian nasional lantaran tidak banyaknya katalis pertumbuhan yang diharapkan bisa muncul di tahun ini.
“Tahun ini PDB diperkirakan hanya akan tumbuh 5,2 persen. Jika dilihat dari postur APBN, dengan defisit fiskal yang diperkirakan sebesar 2,3 persen terhadap PDB, APBN 2018 lebih terlihat konsolidatif dan populis ketimbang ekspansif dan populis,” ujar Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean dalam risetnya, di Jakarta, Jumat, 19 Januari 2018.
Disatu sisi, kata dia, realokasi anggaran kearah pengeluaran rutin memang berpotensi memberikan daya dorong lewat naiknya belanja rutin pemerintah. Namun, beberapa asumsi APBN 2018 seperti harga minyak yang dipotok US$48/barrel jauh lebih rendah dibanding realita pasar (US$60/barrel) berpotensi menginjeksi risiko kuasi-fiskal kedalam perekonomian.
“Apalagi bila kita asumsikan tax ratio di 2018 akan tetap berada di kisaran 10,6 – 11,0 persen,” ucapnya.
Sementara itu, katalis moneter pun diperkirakan tidak akan banyak muncul. Dia menilai, dengan trajektori kenaikan Fed Funds rate sebanyak 2-3 kali, konfigurasi harga aset Amerika Serikat akan menjadi sedemikian rupa sehingga jarak imbal hasil antara aset Indonesia dengan Amerika Serikat akan menjadi lebih sempit.
“Ini bisa mempersulit Bank Indonesia untuk menginjeksi katalis moneter ke dalam perekonomian,” paparnya.
Sedangkan dari sisi kebijakan moneter BI, sepertinya tidak memiliki ruang untuk mempertahankan apalagi menurunkan dari posisi yang sekarang ini sebesar 4,25 persen. Jika pun ada, kata dia, mungkin hanya terjadi pada saat dolar AS tertekan dan berdampak pada pergerakan mata uang Renminbi yang netral atau sedikit terapresiasi sehingga tekanan terhadap rupiah berkurang.
“Lalu, jika suku bunga US$-LIBOR 3 bulan tidak melebihi 2,2 persen, dan imbal hasil US-Treasury 10 tahun tidak melebihi angka 2,75 persen. Konfigurasi seperti inilah yang mampu membuat rupiah tetap berada di rentang netral, yang kemudian memampukan BI menjaga suku bunga acuannya di angka 4,25 persen di 2018,” tutupnya. (*)