Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang melakukan finalisasi taksonomi berkelanjutan sebagai pengganti taksonomi hijau untuk mendukung pembiayaan transisi energi.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan bahwa, fokus OJK saat ini adalah terkait dengan transisi energi dan juga critical mineral atau sumber daya mineral berupa logam maupun non-logam.
Baca juga: Transisi Energi di RI Butuh Rp3.500 Triliun, Duitnya dari Mana?
“Hal ini merupakan penyempurnaan dalam mendukung keselarasan antara pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor itu (hijau) dengan tujuan dari Sustainable Development Goals yang mengacu kepada berbagai jenis dan perkembangan dari taksonomi,” ucap Mahendra dalam CEONetworking di Jakarta, 7 November 2023.
Lebih Lanjut, Mahendra, menjelaskan bahwa, taksonomi tersebut nantinya akan memperkenalkan konsep bisnis ramah lingkungan dan dalam transisi terkait energi menuju dekarbonisasi.
“Yang akan digunakan sebagai panduan bagi lembaga keuangan dan investor dalam membuat keputusan pendanaan yang mendukung penanganan perubahan iklim,” imbuhnya.
Di samping itu, OJK juga telah menerbitkan peraturan terkait dengan penerbitan dan persyaratan efek bersifat utang dan aset (EBUS) yang berlandaskan berkelanjutan, sebagai upaya perluasan cakupan jenis efek yang dapat ditawarkan melalui penawaran umum.
Baca juga: Mempercepat Transisi Energi yang ‘Adil’ di Kawasan Asean
Adapun, peran OJK terkait dukungan aspek transisi energi maupun dekarbonisasi juga tercermin dalam peluncuran bursa karbon yang dilakukan pada akhir bulan September 2023 yang lalu, sebagai langkah penyempurnaan kerangka peraturan bagi perusahaan.
“OJK akan menyempurnakan kerangka peraturan yang ada dengan mengacu kepada ISSB IFRS S2 yang mengharuskan perusahaan mengungkapkan risiko fisik dan transisi akibat perubahan iklim dengan pengembangan rencana transisi masing-masing,” ujar Mahendra. (*)
Editor: Galih Pratama