Jakarta – Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), Mukhamad Misbakhun mengaku, RUU Tapera telah memasuki tahap akhir dan akan selesai menjadi UU dalam waktu dekat ini.
Menurutnya, jika RUU tersebut disahkan menjadi UU, diharapkan dalam kedepannya akan menjadi solusi bagi kebutuhan perumahan layak huni yang jumlahnya mencapai 15 juta unit. UU Tapera ini juga untuk mengantisipasi jumlah kebutuhan rumah yang diperkirakan terus meningkat.
Oleh sebab itu, DPR melalui Pansus RUU Tapera terus menggenjot pembahasan RUU tersebut yang ditargetkan dapat selesai pada bulan ini. Dia mengungkapkan, bahwa saat ini pembahasan RUU Tapera tersebut telah mencapai 85%. Sehingga tidak butuh waktu lama lagi RUU ini akan disahkan.
”RUU Tapera pembahasan 85% selesai. Tinggal tim perumus menyisir permasalahan yang ada kemudian singkronisasi dan redaksional supaya tidak terjadi duplikasi atau ada kata-kata yang salah. Paling lama Februari ini sudah selesai,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 2 Februari 2016.
Sebenarnya, RUU ini telah ada sejak lama. Bahkan pada 2009, RUU tersebut sebenarnya hampir rampung. Misbakhun berharap, jika RUU tersebut telah disahkan menjadi UU pada tahun ini, maka akan memberikan kepastian soal penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat.
“Ini menjadi cita-cita kita untuk mempunyai UU yang kuat yang membidangi perumahan rakyat, mengenai perumahan dan kawasan pemukiman. Dan keinginan untuk mendapatkan dana murah untuk perumahan sebentar lagi akan terwujud,” tukasnya.
RUU Tapera yang ditunggu masyarakat bawah ini mewajibkan semua pekerja harus menjadi peserta Tapera. Syarat untuk menjadi peserta Tapera adalah pekerja yang telah memiliki penghasilan di atas upah minimum, berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah pada saat pendaftaran. Dalam usulan RUU Tapera, peserta Tapera wajib membayar iuran 3% yang akan ditanggung pekerja dan pemberi kerja. Pekerja membayar iuran 2,5% dan pemberi kerja 0,5%. Nah, pemerintah dapat menggulirkan subsidi 0,25% per iuran peserta Tapera sehingga pemberi kerja hanya membayar iuran separuhnya (0,25%). Langkah tersebut merupakan wujud niat baik (good will) pemerintah dalam menyediakan rumah bagi seluruh pekerja. Subsidi ini dapat dikelola BTN yang sudah banyak merasakan asam garam dan kompetensi tinggi dalam membiayai KPR. (*) Rezkiana Nisaputra